Hubungan Bikkhu dan Umat
Sumber
: Bikkhu Subalaratano, Dharma K.Widya, Pengantar Vinaya, STAB Nalanda, Jakarta
1993
Hubungan
Antara Bikkhu dan Umat merupakan hubungan yang bersifat moral-religius dan
bersifat timbal balik, sebagaimana telah dijelaskan Sang Buddha dalam
Sigalovada Sutta :
Umat
hendaknya menghormati bikkhu dengan membantu dan memperlakukan mereka dengan
perbuatan, perkataan dan pikiran yang baik, membiarkan pintu terbuka untuk
mereka dan memberikan makanan serta keperluan yang sesuai untuk mereka.
Bikkhu
mempunyai kewajiban kepada umat : melindungi dan mencegah mereka dari melakukan
perbuatan jahat, memberi petunjuk untuk melakukan perbuatan baik, menerangkan
ajaran yang belum didengar atau diketahui, menjelaskan apa yang belum dimengerti,
dan menunujukkan jalan untuk menuju Pembebasan.
Bikkhu
tidak mempunyai “kekuasaan” terhadap umat dan tidak memberikan “sanksi” pada
umat. Namun, kepada umat yang berbuat tidak pantas atau melakukan penghinaan
terhadap Dhamma-Vinaya, maka bikkhu akan “berpaling” dari mereka dengan tidak
menerima segala persembahannya. Dengan demikian, umat tersebut dianggap tidak
pantas mempersembahkan sesuatu kepada bikkhu(atau Sangha), sehingga umat itu
kehilangan kesempatan yang baik untuk melakukan perbuatan baik atau jasa.
Sebaliknya,
umat pun dapat “berpaling” dari bikkhu yang melakukan perbuatan melanggar
Dhamma-Vinaya dengan tidak melayani atau memberi persembahan kepadanya. Ada
beberapa hal mengenai kebikhhuan yang perlu kiranya diketahui oleh umat Buddha.
Dalam
hubungannya dengan wanita, seorang bikkhu tidak boleh dengan nafsu indriya
menyentuh seorang wanita(Sanghadisesa ke-2) dan tidak boleh pula duduk berdua
dengan wanita di tempat tertutup (Pacittiya ke-44).
Sang
Buddha mengajarkan kepada Yang Ariya Ananda (Maha Parinibbana Sutta) :
“Jangan
melihat kepada seorang wanita; Kalau mesti juga, maka janganlah berbicara
dengannya; Kalau mesti juga, maka berbicaralah tentang Dhamma dan Sila dan
sebutlah Sang Buddha dengan segala kekuatan batinmu.”
Selain
itu, bikkhu tidak boleh menjadi perantara dalam hubungan perjodohan antara pria
dan wanita (Sanghadisesa ke-5). Bikkhu tidak boleh menumpuk kekayaan emas,
perak dan lain-lain. (Nissagiya Pacittiya ke-18), atau terlibat dalam
perdagangan atau jual-beli (Nissagiya Pacittiya ke-20). Ia tidak boleh
berbohong(Pacittiya ke-1), tidak boleh mencaci-maki(Pacittiya ke-2) atau
menfitnah(pacittiya ke-3), tidak boleh pula menjawab secara menghindar dan
menimbulkan kesulitan dengan berdiam diri(Pacittiya ke-12). Selain itu, ia
melatih diri untuk tidak menonton pertunjukan/nyanyian/tarian dan segala
sesuatu yang membawanya ke arah kenikmatan indriya. Ia melatih diri untuk tidak
mempergunakan tempat tidur atau tempat istirahat yang mewah dan membatasi
kebutuhan hidup sesederhana mungkin.
Hendaknya
bikkhu tidak menolak persembahan yang dibutuhkan, mengambil sikap atau mengatur
tingkah laku seseorang, menyalahgunakan hak, mempersalahkan orang lain atau
memperolok, mencapai sesuatu dengan menyiarkan kabar bohong atau menfitnah,
berlomba mencari barang-barang lahiriah dengan barang-barang lahiriah (Visudhi
Magga). Juga ia tidak demi penghidupannya, meramal dengan melihat suratan
tangan, meramal sesuatu yang akan terjadi, penujuman, mempersembahkan korban,
mendapatkan jawaban sabda para dewa, dan berpraktek sebagai “dokter” – yang
merupakan tipu daya rendah untuk mendapatkan penghidupan.(Digha Nikaya, I)
Penghormatan
tingkah laku yang menunjukkan kerendahan hati pada lainnya merupakan hal yang
baik dan terpuji (untuk bikkhu dan umat). Ada beberapa cara penghormatan yang
diperkenankan Sang Buddha :
1.Vandana(berlutut
– “menunjukkan penghormatan dengan lima titik” – dahi,kedua
lengan __bawah,kedua lutut).
2.Utthana
(berdiri untuk menyambut).
3.Anjali (merangkap kedua telapak tangan untuk menghormat).
4.Samicikamma
(cara-cara lain yang baik dan terpuji untuk menunjukkan kerendahan hati).
Cara
penghormatan yang sama dilakukan oleh umat kepada bikkhu. Umumnya bikkhu akan
menerima penghormatan tersebut dengan mengatakan : “Sukhi hotu” – Semoga engkau
berbahagia (di Sri Lanka) atau “Ayu vanno sukham balam” (di Mungthai). Sang
Buddha sendiri tidak pernah menetapkan bahwa bentuk penghormatan begini atau
begitu harus dilakukan kepada para bikkhu. Dalam hubungan penghormatan ini
perlu kiranya diingat bahwa si pelakulah — bukan si penerima — yang akan
mendapat manfaat dengan memberikan penghormatan kepada yang patut dihormat
karena hal itu merupakan suatu perbuatan baik dan akan mengembangkan punna pada
si pelaku.
”
Pada mereka yang senantiasa menghormat pada orang yang lebih tua akan bertambah
empat hal : panjang umur, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan”
(Dhammapada
109)
“Tak
bergaul dengan orang yang tak bijaksana, Bergaul dengan mereka yang bijaksana.
Menghormat mereka yang patut dihormat, Itulah Berkah Utama. “
(
Mangala Sutta)
Sumber
: Bikkhu Subalaratano, Dharma K.Widya, Pengantar Vinaya, STAB Nalanda, Jakarta
1993
0 komentar:
Posting Komentar