Cara Pemujaan Yang Tertinggi
Oleh Bhikkhu Abhayanando
Maya
Dhamma Ca Vinaya Ca Desito Pannata, So Vo Namaccayena Satthâ .
“Hal-hal apapun yang telah aku
ajarkan dan aku jelaskan pada kalian sebagai doktrin (Dhamma) dan disiplin
(vinaya) agar menjadi gurumu setelah kematianku” Mahâparinibbâna Sutta.
Siapakah
yang paling beruntung di dunia ini? Manusialah yang paling beruntung. Kita
lahir menjadi manusia sangat beruntung karena kita dapat belajar Dhamma dan
praktek Dhamma; jika kita dilahirkan di alam apaya (menderita) atau dilahirkan
di alam Deva dan Brahma, kesempatan untuk belajar Dhamma dan praktek Dhamma
sangat sulit. Lahir sebagai manusia bukanlah hal yang gampang karena kita harus
mempunyai moralitas yang baik.
Memang mendapat rejeki, sehat, umur panjang
juga merupakan keberuntungan tetapi akan lebih beruntung lagi apabila
dilahirkan di jaman Sang Buddha. Kenapa demikian? Karena banyak catatan-catatan
sejarah yang membuktikan banyak kesempatan dari orang-orang yang mendapatkan
manfaat dari hubungannya dengan Sang Buddha.
Sekarang Sang Buddha telah
Mahaparinibbâna Sutta, mungkin kita akan berpikir: Dapatkah saya mencapai
pencerahan? Dapatkah saya memperoleh manfaat dari belajar Dhamma saat ini.
Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas adalah wajar apalagi ajaran Sang Buddha
sudah berumur 2500 lebih yang terkadang sering dianggap ajaran kuno.
Keragu-raguan kita akan hilang bila
mendengar Sabda Sang Buddha dalam Mahâparinibbâna Sutta yang berbunyi “Hal-hal
apapun yang telah aku ajarkan dan aku jelaskan pada kalian sebagai Doktrin
(Dhamma) dan disiplin (vinaya) agar menjadi gurumu setelah kematianku”. Jadi,
selama kita mau praktek Dhamma maka manfaat atau hasil akan kita peroleh. Sang
Buddha juga mengatakan bahwa praktek Dhamma juga merupakan penghormatan tertinggi
dibandingkan dengan penghormatan lainnya seperti mempersembahkan amisa-puja.
Meskipun secara prinsip hubungan
kita dengan Sang Buddha saat ini hanya melalui ajarannya, tetapi adanya simbol
fisik Sang Buddha lebih dapat dirasakan dan membantu meningkatkan keyakinan.
Terdapat cerita menarik dalam kitab Jataka (Kalingabodhi Jataka) yang
menunjukkan bahwa kebutuhan ritual ini sangat dirasakan pada jaman kehidupan
Sang Buddha.
Pada waktu itu banyak simpatisan
Buddha yang pergi ke Vihara Jetavana, Savathi untuk mengunjungi Sang Buddha.
Mereka sangat kecewa karena pada saat berkunjung tidak dapat bertemu Sang
Buddha kemudian mereka meninggalkan persembahan berupa âmisa-pûjâ di luar kuti
Sang Buddha. Anathapindika, salah satu penyokong (dâyaka) memperhatikan hal ini
dan memohon kepada Bhante Ananda untuk minta penjelasan Sang Buddha mengenai
kasus tersebut.
Sang Buddha menjelaskan bahwa
sebagai gantinya, jika Tathagata tidak ada, orang-orang dapat melakukan
penghormatan pada tiga jenis tempat (cetiya). Ketiga tempat itu adalah sebagai
berikut:
- Objek penghormatan terhadap sisa jasmani Sang Buddha/Relik (Saririka Dhatu Cetiya)
- Objek penghormatan terhadap penggunaan pribadi Sang Buddha (Paribhogika Cetiya)
- Objek penghormatan yang mengingatkan pada Sang Buddha (Uddesika Cetiya).
Pada
perkembangannya ditambahkan satu objek lain yaitu Dhamma Cetiya objek
penghormatan ini berupa kitab Suci Tipitaka sebagai karya agung, ajaran yang
telah ditemukan dan dibabarkan oleh Sang Buddha pada umat manusia dan sekarang
telah dibukukan. Tentunya ini akan mendidik kita untuk memperlakukan Kitab Suci
Tipitaka dengan hormat kalau kita jarang melihat Tipitaka, mulailah dengan
merawat pada Paritta, Dhammapada dan buku-buku Dhamma lainnya, dengan
meletakkan di tempat yang sesuai, jangan dilangkahi atau dilempar-lempar.
Umat Buddha dalam mengekspresikan
baktinya kepada Sang Buddha dilakukan melalui pemujaan, termasuk membuat
persembahan (pûjâ) pada cetiya-cetiya yang telah disebutkan di atas. Ritual
pemujaan adalah suatu alat, suatu cara dimana dengan melakukannya
pikiran-pikiran dan emosi yang baik ditimbulkan. Jadi ritual keagamaan bukanlah
tujuan akhir, dari itu semua yakin bahwa dengan upacara-upacara dapat
menghasilkan kesucian (Silabataparamasa) pada kenyataannya adalah suatu belenggu
(Samyojana) yang akan menghalangi kemajuan spiritual seseorang.
Untuk memuja Sang Buddha cara yang
tertinggi adalah dengan mempraktekkan Dhamma dan vinaya secara benar, sempurna
dan secara menyeluruh (dhammanadhammatipano). Secara menyeluruh artinya bahwa
semua aspek Dhamma juga sebaiknya dipraktekkan yaitu praktek moral, meditasi
dan pengembangan batin. Praktek Dhamma harus seimbang dan menyeluruh misalnya
keyakinan harus diimbangi dengan kebijaksanaan. Jadi sebenarnya jenis cetiya
apapun sebagai objek pemujaan akan membantu kita dalam membangkitkan keyakinan
yang mana akan menimbulkan dan menjaga hubungan kita dengan Dhamma. Hanya
dengan praktek dan merealisasikan Dhamma kita dapat benar-benar melihat dan
memandang Sang Buddha. Inilah pemujaan tertinggi terhadap Sang Buddha yang
hendaknya dijalankan oleh cara kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar