Pengertian
Vinaya berarti Peraturan, Disiplin atau Tata tertib. Kata Vinaya sendiri
berarti : melenyapkan/menghapus/menghilangkan- dalam hal ini – segala tingkah
laku yang menghalangi kemajuan dalam pelaksanaan Dhamma; atau sesuatu yang
membimbing keluar (dari dukkha).
Ada beberapa hal yang menyebabkan Sang Buddha menetapkan Vinaya : “Untuk tegaknya Sangha ( tanpa Vinaya, Sangha tidak akan bertahan lama ), Untuk kebahagiaan Sangha ( sehingga bikkhu mempunyai sedikit rintangan dan hidup damai , Untuk pengendalian diri orang-orang yang tidak teguh ( yang dapat menimbulkan persoalan dalam Sangha), Untuk kebahagiaan bikkhu-bikkhu yang berkelakuan baik ( pelaksanaan sila yang murni menyebabkan kebahagiaan sekarang ini ), Untuk perlindungan diri dari asava dalam kehidupan ini ( karena banyak kesukaran dapat dihindarkan dengan tingkah laku moral yang baik ), Untuk perlindungan diri dari asava yang timbul dalam kehidupan yang akan datang ( asava tidak timbul pada orang yang melaksanakan sila dengan baik), Untuk membahagiakan mereka yang belum bahagia ( orang yang belum mengenal Dhamma akan bahagia dengan tingkah laku bikkhu yang baik ), Untuk meningkatkan mereka yang berbahagia ( orang yang telah mengenal Dhamma akan bahagia melihat pelaksanaannya ), Untuk tegaknya Dhamma yang benar ( Dhamma akan bertahan lama bila Vinaya dilaksanakan dengan baik oleh para bikkhu), Untuk manfaat dari Vinaya (Vinaya dapat memberi manfaat kepada mahluk-mahluk, terbebas dari dukkha, menuju Nibbhana).”( Anguttara Nikaya, Book of the Tens, Discourse 31)
Terdapat
dua alasan tambahan ( Anguttara Nikaya) : ” Untuk simpati dengan umat
berkeluarga, dan ” Untuk mematahkan semangat para bikkhu yang berpikiran tidak
baik”.
Dhamma
dan Vinaya ( gabungan keduanya disebut Buddha Sasana) merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Dhamma tanpa Vinaya akan merupakan ajaran yang tidak
menunjukkan awal atau permulaan untuk dilaksanakan. Sebaliknya vinaya tanpa
Dhamma akan merupakan formalisme yang kosong, suatu disiplin yang hanya
menghasilkan sedikit buah atau kemajuan.
Dua
Jenis Vinaya tidak hanya diartikan sebagai peraturan yang berhubungan dengan
kebikkhuan saja. Memang Vinaya Pitaka berisikan peraturan latihan, larangan,
yang dibolehkan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan bikkhu namun
dikenal pula Vinaya untuk umat berkeluarga atau upasaka-upasika. Dalam
pengertian yang sempit, Vinaya untuk umat berkeluarga adalah Pancasila dan
pengertian yang lebih luas dalam Sigalovada Sutta disebut pula “Gihi
Vinaya” ( Vinaya untuk umat berkeluarga). Terdapat perbedaan antara sila
untuk umat berkeluarga dan sila untuk bikkhu. Sila untuk umat berkeluarga
bersifat moral semata-mata dan digolongkan dalam Pakati-Sila (sila alamiah).
Sementara itu, bagi para bikkhu, selain sila yang bersifat moral, berlaku sila
yang khusus untuk cara hidupnya, dan sila itu digolongkan dalam
Pannati-Sila(“Formulated -Sila”).
Para
Bikhhu dan umat berkeluarga haruslah mentaati Vinaya atau sila secara murni dan
tidak terjatuh dalam pelanggaran . Dikenal adanya “Kukkuccayanta bikkhu” yaitu
para bikkhu yang seksama atau teliti yang tidak mau menerima sesuatu apapun
kecuali telah diperkenankan oleh Sang Buddha. Terdapat pula “apiccha bikkhu”
yaitu bikkhu dengan sedikit keinginan yang merasa malu akan kelalaian dan
tingkah laku bikkhu lain yang tidak benar. “Sedikit keinginan” merupakan kata
lain dari “Santutthi” (merasa puas), suatu sifat yang sangat berharga untuk
seorang bikkhu.
Sang
Buddha bersabda :
”
Sempurnalah dalam sila, O, bikkhu, sempurnalah dalam Patimokkha. Kendalikanlah
diri sesuai dengan Patimokkha. Sempurnalah dalam tingkah laku dan waspadalah
dengan melihat bahaya sekalipun pada kesalahan yang paling kecil, dan latihlah
dirimu dengan melaksanakan secara benar peraturan-peraturan latihan ini.”
Pancasila
Umat Buddha yang hidup berkeluarga dalam masyarakat disebut upasaka/upasika.
Kata upasaka berarti “yang duduk dekat(Guru)”,kadang-kadang disebut pula umat
yang berpakaian putih (“white-clad follower” atau “white-rober householder”),
sedangkan bikkhu merupakan siswa yang berjubah kuning(“Yellow-robed). Dalam
hidup sehari-hari mereka telah melatih diri dalam Pancasila.
Dalam
Dhammapada 246-247 terdapat sabda Sang Buddha sebagai berikut :
“Siapa
saja yang memusnahkan mahluk hidup, berkata dusta dalam dunia ini, mengambil
sesuatu yang tidak diberikan padanya, atau pergi bersama istri orang lain, dan
memuaskan diri demikian, memotong akar dalam dirinya di alam ini.”
Perbuatan-perbuatan
yang tidak baik itu haruslah dihindarkan bila seseorang ingin menjadi seorang
“manusia” tidak hanya dalam jasmaninya saja, tetapi juga batinnya.
Pancasila disebut “manussa-dhamma”(Dhamma untuk manusia) karena
kelahiran sebagai seorang manusia sangat tergantung pada pelaksanaan Pancasila
ini. Kelima sila dari Pancasila merupakan petunjuk tingkah laku moral dasar dan
minimal harus dilaksanakan oleh seorang umat Buddha. Pelaksanaan sila-sila ini
akan menghindarkan seseorang dari melakukan perbuatan tidak baik dengan
perkataan atau badan jasmani dan merupakan dasar untuk perkembangan lebih
lanjut dalam Dhamma. Uraian Pancasila adalah sebagai berikut :
1.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak menghilangkan nyawa mahluk hidup.
2.
Saya berjanji untuk melatih diri untuk tidak mengambil sesuatu yang tidak
diberikan.
3.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila(berzinah).
4.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak berbicara salah.
5.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak minum-minuman yang disuling/diragi yang
menyebabkan __menurunnya kesadaran.
Pada
hari-hari Uposatha, umat Buddha dianjurkan untuk melaksanakan Atthasila
(delapan sila), biasanya dengan berdiam di Vihara selama hari tersebut. Kata
Uposatha berarti “masuk untuk berdiam”(di Vihara), dan hari Uposatha jatuh pada
tanggal 1,8,15,23 penanggalan bulan. Selama di Vihara pada hari Uposatha
seorang umat Buddha dapat mendengarkan kotbah Dhamma, berdiskusi Dhamma, atau
melatih diri dalam meditasi. Dalam Atthasila, sila ketiga dari Pancasila
diganti menjadi :
3.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak melakukan hubungan kelamin,
dan
ditambah dengan tiga sila lainnya, yaitu :
6.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak makan di luar waktu yang ditentukan
(Sesudah pukul 12 siang).
7.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak melihat/mendengar/melakukan
tarian,nyayian musik, pertunjukan, mengenakan perhiasan bunga, mamakai
wangi-wangian dan kosmetik.
8.
Saya berjanji melatih diri untuk tidak tidur di tempat tidur yang tinggi/besar.
Secara
lebih terinci, sila yang harus dilaksanakan oleh umat Buddha dalam kehidupannya
dapat diuraikan sebagai Penghindaran Diri dari sepuluh Kamma Buruk, yaitu :
1.
Membunuh
2.
Mencuri
3.
Berhubungan kelamin yang terlarang
4.
Berdusta
5.
Mencaci
6.
Berkata kasar
7.
Omong kosong
8.
Menyimpan loba (keserakahan)
9.
Berkeinginan jahat.
10.
Berpandangan keliru.
Dalam
hubungan ini, seorang umat Buddha dalam penghidupannya haruslah pula
menghindarkan diri dari cara-cara penghidupan yang tidak benar seperti
berdagang senjata, mahluk hidup, daging, alkohol, dan racun.
Sumber
: Bikkhu Subalaratano, Dharma K.Widya, Pengantar Vinaya, STAB Nalanda, Jakarta
1993
0 komentar:
Posting Komentar