Pages

Selasa, 02 Oktober 2012

pengertian mahayana



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlY77Etxbn6KLKDX9A5JqB-hvuRp5_I9jTtk62sYfmbdoG7mLSJeGD9KhighdlAprgHvqyKYH5a7nLwNaURRaLlJLoSAB6Skk4ej4qTSrM4RmhusjwRwUW3qV0N3QkelW5KROtKXrP5Bs/s320/metal_buddha_statue1-1280x1024.jpg

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Buddha lahir pada abad ke-6 SM. Setelah mencapaiPenerangan Sempurna pada umur 35 sampai Mahaparinibbana pada umur 80, belau menghabiskan seumur hidupnya untuk berdoa, berkhotbah, dan menyebarkan ajarannya. Selama 44 tahun, beliau mengajar dan berkhotbah siang dan malam hanya tidur 2 jam sehari.
Buddha berbicara dengan semua kalangan manusia: raja dan pangeran, brahmana, petani, pengemis, kaum terpelajar dan orang biasa. Ajarannya disesuaikan dengan pengalaman, tingkat pemahaman dan kapasitas mental pendengarnya. Apa yang diajarkannya dinamakan Buddha Vacana. Saat itu tidak dikenal dengan apa yang dinamakan Theravada atau Mahayana.
Setelah bentuknya persekutuan Bhikkhu dan Bhikkhuni, Buddha menggariskan aturan-aturan disiplin tertentu yang disebut Vinaya sebagai pedoman bagi persekutuan tersebut. Semua ajarannya disebut Dhamma, termasuk juga wacana, sutra, khotbah kepada bhikkhu, bhikkhuni dan orang biasa.    
B.     Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini  agar para mahasiswa dapat mengetahui pengertian mahayana serta konsili- konsili  yang dibentuk pada saat Buddha Gautama parinibana.
Dengan mengetahui pengertian mahayana serta konsili-konsili kita bisa mengembangkan dan mengajarkannya pada masyarakat pada umumnya.

C.    Manfaat
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa sekolah tinggi ilmu agama buddha dan masyarakat pada  umumnya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian mahayana

Mahayana secara harafiah mempunyai arti:
Maha   : berarti besar, luas, agung
Yana    : berarti kendaraan atau kereta.
Mahayana berarti kendaraan besar yang mengangkut pengemudi bersama penumpangnya mencapai suatu tempat tujuan yang sama. Ajaran Buddha membimbing penganut-Nya seperti sebuah kendaraan besar yang mengangkut pengemudinya bersama-sama para penumpangnya mencapai tempat tujuan yang sama yaitu Nirvana. Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta , mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama:
Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah Theravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada. Walaupun asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1 SM. Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai muncul pada catatan prasasti di India. Sebelum abad ke 11 (ketika Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul. Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk sejarah Mahayana.
Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah Cina, Jepang, Korea dan Vietnam dan penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah "Pure Land", Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.

Asal Usul Mahayana
1.    Setelah Buddha Parinirvana barulah timbul pengelompokkan sekte-sekte. Tidak lama setelah Buddha Parinirvana diadakan: Konsili I di Rajagraha (membahas Dharma dan Vinaya) 543 SM 500 Arahat menyusun kembali Doktrin ajaran Buddha.
2.    Konsili II di Vaisali 443 SM masa raja Ajatasatu sebagian merasa perlu merubah beberapa aturan kecil sebagian tidak. Timbul tradisi yang berbeda Sthaviravada(Theravada 247 SM) dan Mahasanghika (Mahayana 150 SM-100 M).
3.    Konsili III di Pataliputta pada tahun masa Raja Asoka membahas pendapat yang dianut oleh Sangha.
4.    Munculnya Mahayana yang dipelopori oleh NAGARJUNA dan ARYA DEVA
5.    Konsili IV (Titik Perkembangan Mahayana)
6.    Tahun 78 SM di Kashmir dipimpin oleh Vasumitra dan Asvagosa dilaksanakan atas anjuran Raja Kanisha. Merupakan titik awal perkembangan Mahayana, dimana konsili IV ini tidak dihadiri oleh golongan Sarvastivada yang merupakan sesepuh dari Theravada.
Buddha Dharma hanya ada satu yaitu ajaran Sakyamuni Buddha yang berdasarkan cara atau metode latihan diri untuk menjadi Buddha.
Buddha Dharma dibagi menjadi 2 tingkat sebagai upaya untuk kemudian memberi bimbingan kepada para umat yaitu:
Ajaran yang membimbing umatnya menjadi Arahat dan Pratyeka Buddha disebut sebagai Hinayana/Theravada (Ajaran dasar).
Ajaran yang membimbing umatnya menjadi Bodhisattva dan Samyak-Sambuddha disebut sebagai Mahayana (Ajaran yang diperluas)













Secara historis kemunculan mahayana dimulai sejak buddha gautama parinibhana(544 atau 487 SM), dan menjadi lengkap pada abad pertama. Selama setelah parinibhananya buddha gautama dan menjelang abad tersebut bermuncullah aliran-aliran dalam agama buddha. Oleh karenanya kemunculan mahayana perlu dilihat dari adanya konsili-konsili
B.     Persamuan Agung Pertama

Sang Buddha mulai memberikan Vinaya setelah 20 tahun pencapaian Penerangan Sempurna. Pada waktu itu mulai timbul perilaku bhikkhu-bhikkhu yang bukan saja merugikan perkembangan spiritualnya sendiri, tetapi juga berpengaruh terhadap citra Sangha dan agama Buddha pada umumnya.
Dari latar belakang yang majemuk itu berbagai perilaku yang buruk dan perilaku lainnya yang tidak sesuai dengan kehidupan seseorang samana menurut pandangan agama Buddha. Oleh sebab itu,  sewaktu Sang Buddha masih hidup, setiap kali terjadi seorang bhikkhu melakukan perbuatan yang dapat dicela oleh orang bijaksana, maka Sang Buddha menetapkan suatu peraturan. Bilamana di kemudian hari ada peraturan itu dilanggar dan di nyatakan bersalah. Dengan demikian makin lama makin banyak peraturan yang ditetapkan oleh Sang Buddha. Setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana, Arahat Maha Kassapa melihat perlunya dikumpulkan Dharma yang pernah diajarkan oleh Sang Buddha agar tidak timbul perselisihan  di kemudian hari di antara para pengikutnya. 
Seminggu setelah Buddha Gotama wafat (483 SM) seorang bhikkhu yang telah berusia tua yang bernama Subhadda berkata:
“jangan bersedih kawan-kawan, jangan meratap, sekarang kita terbebasa dari Petapa Agung yang tidak lagi memberi tahu kita apa yang sesuai untuk di lakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita; tetapi kita sekarang dapat berbuat apa saja yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi”. (vinaya pitaka II, 284).
Setelah mendengar ucapan bhikkhu Subhadda demikian, maka Arahay Maha Kassapa atas bantua Raja Ajatasatu dari Magada, segera mengundang 500 orang Arahat berkumpul untuk mengumpulkan semua ajaran Sang Buddha yang diwedarkan-Nya selama ini dan menyusunnya secara sistematis.
Tiga bulan setelah Buddha Mahaparinibbana, pengikut terdekatnya menyelenggarakan persamuan di Rajagaha. Dalam Konsisli pertama ini yang dipimpin oleh Arahat Maha Kassapa yang berlangsung selama tujuh bulan. Pada konsili pertama ini Arahat Upali mendapat kehormatan untuk mengulang kembali Vinaya dan Arahat Ananda menulang kembali Dharma yang disaksikan oleh para Arahat lainnya.
Hanya dua ajaran tersebut – Dhamma dan Vinaya – yang dibawakan dalam Persamuan Pertama. Walaupun tidak ada perbedaan pendapat mengenai Dhamma (tidak termasuk Abhidhamma), terdapat beberapa diskusi mengenai aturan-aturan Vinaya. Sebelum Buddha parinibbana, beliau memberitahu Ananda bahwa apabila Sangha ingin memperbaiki atau mengubah beberapa aturan tidak mendasar, mereka dapat melakukannya. Akan tetapi pada saat itu, Ananda sedang sangat berduka karena Buddha akan segera parinibbana sehingga Ia tidak menanyakan kepada Buddha aturan-aturan mana yang dimaksudnya tersebut. Karena anggota-anggota dari persamuan tidak mencapai kata sepakat mengenai apa yang dimaksud dengan aturan-aturan tidak mendasar, Maha Kassapa akhirnya menetapkan bahwa aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Buddha tidak diubah dan tidak ada aturan baru yang ditambahkan. Tidak ada alasan-alasan yang diberikan untuk itu. Maha Kassapa mengatakan sesuatu, bahwa: “ Bila kita mengubah aturan-aturan, orang-orang akan berkata bahwa pengikut Yang Mulia Gautama telah mengubah aturan-aturan bahkan sebelum api pemakaman dinyalakan”.
Dalam persamuan, Dhamma terbagi atas beberapa bagian dan masing-masing bagian diserahkan kepada pengikut senior dan murid-muridnya untuk dihafalkan. Kemudian, Dhamma diajarkan oleh guru kepada murid-muridnya secara lisan. Dhamma dibaca setiap hari oleh sekelompok murid yang sering memeriksa ulang satu sama lain untuk meyakinkan tidak ada yang terlewatkan atau ditambahkan. Para ahli sejarah sepakat bahwa tradisi penuturan lisan lebih akurat daripada tulisan yang dibuat oleh seseorang menurut apa yang diingatnya setelah beberapa tahun kejadian.
Vinaya adalah sebutan secara kolektif untuk peraturan latihn, disiplin dan teradisi kebhikkhuan serta teradisi keviharaan. Dharma dan Vinay yang dikumpulkan dalam Konsisli Pertama tersebut diterima dan disetujui  sebagai ajaran Sang Buddha. Ajaran inilah sebagaimana disabdakan oleh Sang Buddha Gautama menjelang Beliau mencapai Parinibbana: ‘Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”.


C.    Persamuan Agung Kedua

Seratus tahun kemudian, diadakan Konsili kedua untuk menyelesaikan perselisihan mengenai Vinaya. Tiga bulan setelah Sang Buddha mencapai parinibana tidak dirasakan perlu untuk merobah Vinaya, walaupun Sang Buddha memberikan sangha untuk merobah peraturan-peraturan kecil. Sang Buddha juga bersabda, jika Vinaya tidak dikurangi dan ditambah maka Sangha akan hidup rukun dan tidak akan terpecah.
Oleh karena itu ada penjelasan lebih lanjut mengenai yang mana merupakan peraturan kecil serta dipandang tidak pantas merubah Vinaya selagi “abu jenazah Sang Buddha masih panas”, maka mereka tidak mengurangi maupun menambah Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha.
Akan tetapi, seratus tahun kemudian sekelompok bhikkhu dari Vesali telah merubah beberapa peraturan yang mereka pandang sebagai peraturan kecil. Kelompok bhikkhu lain menolak perubahan yang dilakukan oleh bhikkhu-bhikkhu dari Vesali dan tetap berpegang pada Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha yang telah ditetapkan dan diterima dalam Konsili Pertama.
Menghadapi perkembangan ini, atas bantuan Raja Kalasoka diselenggarakan Konsili kedua di Vesali yang merupakan tempat terjadinya penyimpangan Vinaya. Dalam Konsili ini, Dharma dan Vinaya yang dihafal dan diturunkan secara lisan diucap ulang oleh 700 Arahat. Dalam Konsili ini bhikkhu-bhikkhu yang menyimpang dari Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha disalahkan.
Pada Konsili Pertama para Arahat diakui otoritasnya dalam menentukan mana yang Dharma dan mana yang bukan Dharma; mana yang Vinaya dan mana yang bukan Vinaya. Akan tetapi, seratus tahun kemudian dalam Konsili kedua otoritas para Arahat itu digugat oleh sekelompok bhikkhu yang dipimpin oleh bhikkhu Mahadeva. Mereka berpendapat, bahwa dalam menentukan Dharma dan Vinaya tidak dibedakan antara Arahat dan bukan Arahat.
Sekelompok yang menggugat otoritas Arahat (yang jumlahnay besar) memisahkan diri dan mengadakan konsili sendiri. Kelompok ini dinamakan Mahasanghika (kelompok besar) dan kelompok yang memandang bahwa para Arahat yang mempunyai otoritas menentukan Dharma dan Vinaya disebut Staviravada (Sansekerta) atau Teravada (Pali). Dalam perkembangan selanjutnya Teravada dan Mahasanghika, masing-masing terpecah lagi dalam berbagi sekte. 
Dikatakan bahwa sebab diadakan konsili ini menyangkut perbedaan soal penafsiran ajaran, yang menjadikan sangha terpecah menjadi dua golongan:  Mahasangika dan Sthaviravada.
Tradisi Theravadayang berlulur pada golongan Sthaviravada lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan vinaya, sedangkan Mahasangika yang menjadi leluhur Mahayana menekankan pada soal perbedaan penafsiran pada ajaran.
Golongan Sthaviravada menyebut golongan Mahasangika sebagai bhikkhu papa (bhikkhu amoral). Golongan Mahasangika menangkis tuduhan sebagai pelunakan vinaya, dan menyatakan bahwa vinaya yang dipegangnya adalah sesuai dengan pemahamannya terhadap jalan tengah Buddha yang merupakan budaya spiritual buddhis yakni sebagai metode untuk menghindari dua bentuk keekstriman; sikap hedositik (pemanjaan diri dalam kesenangan-kesenangan inderia) dan ekstisme (peraktek penyiksaan diri yang berlebihan ).
Dalam vinaya, metode jalan tengah menyiratkan tekanan kepada disiplin mental ketimbang pada disiplin fisik, atau  disiplin vinaya secara harafiah.
Setelah konsili kedua sampai kira—kira abad 1 Masehi merupakan masa dari kemunculan aliran-aliran atau sekte-sekte dalam agama buddha. Periode ini sering disebut sebagai periode The School Of Buddhism atau masa munculnya aliran-aliran pikiran dalam agama buddha, sedangkan masa sebelum itu yaitu semasa hidupnya Sang Buddha disebut The Primitive Buddhism atau masa Buddhisme Dasar.
















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Mahayan merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi agama buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah teravada .pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok. Mahayana juga merujuk pada tingkat motifasi spiritual yang di kenal juga dengan sebutan bodhisattvayana atau shravakayana.
Mahayana pada umumnya sebagai perkembangan ajaran buddha yang berdasarkan pada teori kekosongan(Sunyata) Dan mengarah ke bentuk Bodhisattva Mahluk Suci yang bertekat untuk menolong semua mahluk tampa pamrih dan menyempurnakan parami. Pada dasarnya tujuan terakhir dari Aliran Mahayana sama deengan Aliran Terawada atau pun yang lainnya yaitu memutuskan belenggu batin yang menyebabkan kemerosotan batin seseorang dan mencapai pencerahan dengan kembali pada Ajaran Budddha Jalan Mulia Berunsur Delapan.
B.     Saran
Berdasarkan dari makalah yang di susun penulis semoga dapat bermanpaat bagi para mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) dan dapat menambah semangat membaca demi memperluas pengetahuan dalam Buddha dhamma dan tentang mahayana ini demi memajukan agama Buddha di Indonesia.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semua mahluk. Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan  kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaam makalah yang akan datang.

                                 



0 komentar: