Filsafat Buddha Karma dan Kelahiran Kembali
Oleh: Putradi, S.Pd
Karma
dan kelahiran kembali merupakan dua aspek kehidupan yang telah dibuktikan
sendiri oleh sang buddha melalui presepsi indria luar biasa. Pernyataan
tersebut diabaikan oleh banyak cendikiawan, cendikiawan hindu yang menulis
tentang Budhisme membuat pernyataan
sebagai berikut: “buddhisme awal
pastilah bukan ajaran yang asli. Tak ada keganjilan dalam evolusi pemikiran
india”. Dan bahkan seorang cendikiawan barat yang lebih waras juga merasa bahwa
“buddhisme mulai dari kepercayaan india tertentu, yang diambilnya dengan
anggapan yang demikian yang benar. Yang
mengepalai ini adalah kepercayaan akan transmigrasi dan ajaran tentang imbalan
bagi suatu perbuatan Penafsiran seperti ini, terhadap ajaran buddha tentang
karma dan kelahiran kembali rupanya didasarkan pada dua anggapan, pertama, bahwa ajaran-ajaran tersebut
deterima oleh sang buddha terutama karena mereka terdapat pada aliran utama
tradisi kaum brahmana dan bukan karena mereka telah diperiksa dan dibuktikan
sendiri kebenarannya secara pribadi.
Kedua,
bahwa mereka tidak berbeda dengan teori prabuddha dan bahwa buddhisme tidak
punya apa-apa yang dapat disumbangkan nya karena teori prabuddha telah mencapai
bentuk final sejauh menyangkut teori ini. Angapan pertama dibantah dengan bahwa
seorang ilmuwan yang baik sekalipun hanya menerima secara tidak kritis dan
dogmatik teori-teori dari pandahulunya yang pernah disetujuinya, angapan kedua,
salah satu sumbangan paling nyata dari Sang Buddha terhadap pemikiran agama dan
filsafat india justru terhampar pada penjelasan fenomena karma serta kelahiran
kembali tanpa meletakkan suatu kesatuan metafisik tak terbuktikan seperti diri
(atman).
Teori-teori
pra-Buddha, tentang doktrin karma,
1. menurut
teori karma atau tanggung jawab moral upanisad, diri (atman), merupakan
“pelaku” (kartr) dan sekaligus pengenyam” (bhoktr) dari semua akibat, karma.
2. Kaum
materialis, begitu pula dengan ajivaka
mereka menolak segala bentuk tanggung jawab moral, dan menyokong
pandangan bahwa penderitaan dan kebahagiaan yang dialami seseorang seluruhnya
disebabkan oleh hukum alam.
3. Menurut
teori jaina, karma merupakn suatu bentuk hukum yang tidak dapat ditawar-tawar
lagi
Sang
Buddha menolak pandangan tersebut sebagai tidak memuaskan, sang Buddha memberikan
penjelasan kausal tentang karma, beliau memeriksa dahulu sebab akibat dari
karma itu sendiri, dan menemukan bahwa perilaku (karma) seseorang ditentukan
oleh satu diantara tiga faktor, yaitu rangsangan luar, motif yang disadari,
motif yamg tak disadari. Ketika sebab-akibat dari prilaku dipertanyakan, sang
buddha menyatakan bahwa “kontak” (phasa) merupakan penyebab dari prilaku.
Dengan mengambil kontak dalam bentuk yang lebih fisikal. Maka pernyataan
tersebut dapat dimengerti sebagai keterangan untuk prilaku dalam kerangka model
semacam stimulusrespon.
Prilaku
manusia itu sendiri disyarati oleh berbagai sebab, yang terjadi adalah akibat
yang berkorelasi, korelasi antara tindakan (karma) dan akibat (phala), inilah
yang membangun doktrin karma dalam buddhisme. Ini merupakan doktrin lain yang
sering disalah artikan oleh para cendikiawan. Kesalahpahaman ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa titik beratdiletakkan pada korelasi.Didalam culla
kammavibhanga sutta, memperlihatan bahwa seseorang yang membunuh makhluk hidup
dan tidak mempunyai belas kasihan terhadapnya, ia akan dilahirkan kembali
dialam yang buruk setelah meninggal. Teori ini bukan sekedar hasil spekulasi
tetapi telah dibuktikan melalui persepsi ekstra sensori. jadi, konsepsi sang
buddha tentang sebab-akibat bersifat kondisional daripada deterministik. Karma
atau prilaku yang merupakn salah satu proses kausal juga tak terkecuali. Jadi,
dalam maha manggala sutta ada tiga faktor yang dapat dipandang sebagai berkah
bagi kehidupan seseorang yaitu, berkah yang diperoleh dalam kehidupan yang
lalu, hidup dilingkungan yang baik, dan tekad yang baik atau tindakan yang
baik.
Proses
kehidupan ini dipahami sebagaimana adanya, tanpa penyimpangan atu prasangka
atau konsep, maka kedua doktrin, karma dipihak yang satu dan kelahiran kembali
dipihak yang lain, akan nampak sebagai sesuatu yang konsisten secara
sempurna.Ada tiga faktor yang diperlukan untuk kelahiran suatu makhluk, yaitu:
senggama antara orang tua, ibu dalam masa subur, hadirnya gandhabba. Suatu
janin yang terbentuk dalam rahim ibu, haruslah dipengaruhi oleh kesadaran,
hubungan antara kesadaranyang berkelanjut dan pribadi berbatin jasmani ini
ditegaskan dalam rumusan dua belas mata rantai sebab-akibat.Sari filsafat dari
teori buddha tentang kelahiran kembali rupanya juga memperoleh dukungan dari
filsuf yang bernama ayer, keraguan yang umunya timbul mengenai ajaran ini
terutama disebabkan karena ia tak dapat dibuktikan melalui persepsi indra
biasa.
Ada
banyak contoh orang terutama anak-anak, yang dapat mengingat kembali kehidupan
masa lalunya, hal-hal serupa ini dikaji dan dicatat secara teliti. Tambahan
pula ada juga bukti-bukti berharga yang dapat diperoleh melalui orang-orang
yang dihipnotis.Untuk alasan tersebutlah C.D Broad percaya bahwa masalah kemungkinan
kelanjutan hidup seseorang setelah kematian badannya merupakan hal yang
sebagaian menyangkut empirik dan sebagaian lagi masalah filsafat,
0 komentar:
Posting Komentar