Pages

Selasa, 02 Oktober 2012

sejarah kemunculan mahayana

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlY77Etxbn6KLKDX9A5JqB-hvuRp5_I9jTtk62sYfmbdoG7mLSJeGD9KhighdlAprgHvqyKYH5a7nLwNaURRaLlJLoSAB6Skk4ej4qTSrM4RmhusjwRwUW3qV0N3QkelW5KROtKXrP5Bs/s320/metal_buddha_statue1-1280x1024.jpg
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran Mahayana dalam menjelaskan ajaran Sang Buddha mengunakan metode upaya kausalya, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah mangajarkan apa yang akan disampaikan kepada manusia, sehingga yang diajarkan dapat dipahami tanpa menimbulkan kesulitan dalam memahami artinya. Penjelasan Sunya dan sunyata banyak mengunakan metode upaya kausalnya. Nagarjuna telah dianggap sebagai bapak dari Mahayana, yang hidup antara abad kesatu dan kedua, yang dikenal sebagai filosofi Madhyamika.
Filosofi Madhyamika telah dikembangkan pada abad keempat, dalam menjelaskan Sunya dan sunyata mengunakan metode upaya kausalya. Nagarjuna yang mengajarkan bahwa bukan kenyataan maupun bukan tidak kenyataan tetapi hanya relatifitas, diserang kepercayaan Sthaviravada yang segalanya bahkan bagian komponen adalah dalam perubahan terus menerus atau status dari menjadi. Madhyamika memperkenalkan konsep dari Sunyata atau kehampaan, hal itu mengajar bahwa semua unsur-unsur (dharma) adalah tidak tetap, dan tidak punya keberadaan yang mandiri didalam diri manusia.. Oleh karena itu, ajaran Nagarjuna adalah semua gejala mempunyai suatu sanak keluarga sebagai lawan suatu keberadaan kemutlakan. Semua hidup dikurangi menjadi tunggal, perubahan terus menerus dasar, suatu arus dari keberadaan dengan suatu kekekalan yang timbul. Nagarjuna mengajar bahwa sunya dan sunyata adalah realitas dan absolut yang tidak ada perbedaan antara Samsara (dunia yang luar biasa, dan Sunyata (kemutlakan yang tidak terlukiskan). Ketidak dapatan pelukisan sunya dan sunyata karena keterbatasan kata-kata. Nagarjuna mengunakan teknik upaya kausalya sehingga pengertiaan sunya dan sunyata luas. 1.2. Permasalahan 1. Apakah pengertiaan sunya dan sunyata dalam aliran Mahayana? 2. Bagaimana penjelasan secara rinci pengertian sunya dan sunyata dalam aliran Mahayana? 1.3. Batasan Masalah 1. Mendiskripsikan sunya 2. Mendiskripsikan sunyata 3. Menjelaskan secara rinci pengertiaan sunya dan sunyata 1.4. Tujuan Menjelaskan secara rinci pengertiaan sunya dan sunyata dalam perseptik aliran Mahayana 1.5. Manfaat Manfaat secara teoritis 1. Hasil penelitian secara teoritis memberikan imformasi dan dapat memperkaya teori tentang sunya dan sunyata dalam perspektif agama Buddha aliran Mahayana 2. Menambah bahan pustaka Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Jinarakkhita Manfaat secara praktis Memberikan gambaran secara terperinci tentang pengertian sunya dan sunyata, sehingga dapat memahami fenomena kehidupan yang terjadi. Pemahaman tentang sunya dan sunyata diharapkan memberikan manfaat yang dapat mengarahkan seseorang untuk menjalani kehidupan spiritual yang lebih baik sesuai dengan ajaran Sang Buddha. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Sejarah Kemunculan Mahayana Mahayana muncul dari pembagian sangha kedalam dua wadah disekitar tahun 410 SM, atau 110 tahun setelah parinibbana Sang Buddha, pada konsili kedua di Vaishali. Beberapa biarawan yang bertentangan dengan vinaya, walaupun mayoritas dari biarawan yang digantikan mengucilkan perbuatan salah biarawan lainnya yang memperdebatkan aturan dan aspek tertentu dharma Sang Buddha. Satu golongan, mempertentangkan perubahan apapun, yang dikenal sebagai Sthaviravada (Theravada), mengikuti yang dipercaya sebagai pengajaran asli seperti disetujui di konsili pertama yang mengikuti jalan tengah. Sthaviravada mengikuti suatu garis realis, yang menyatakan bahwa semua gejala adalah campuran yang tidak stabil tentang unsur-unsur. Mereka mengajarkan bahwa yang penting bagi semua manusia untuk mengejar kearahatan atau melepaskan diri dari putaran kelahiran kembali (Samsara). Mereka yang diajar, bahwa Buddha adalah orang sederhana dan murni, penolakan pandangan apapun dari mereka menjadi transendental. Kelompok lain yang dikenal sebagai Mahasanghika, yang berarti para pengikut dari kelompok utama atau besar seperti Sthaviravada, mereka menerima doktrin pokok seperti yang telah diajar oleh Sang Buddha, yaitu: Empat Kebenaran Mulia, Delapan Jalan Utama, doktrin Anatta atau tidak ada jiwa, Hukum Karma atau Sebab-akibat, Paticcasamupada atau hukum sebab-musabab yang saling ketergantungan, dan langkah-langkah dari kesucian atau kemajuan rohani. Mereka berbeda dalam mempercayai bahwa Buddha adalah supramundane (luar biasa) dan transenden, mereka tidak punya unsur-unsur pengotoran, kuasa-kuasa dan hidup adalah tak terbatas. Mereka juga percaya bahwa sifat yang asli dari pikiran adalah murni.. Hal itu berasal dari Mahasanghika yang pada peningkatan lebih lanjut menjadi Mahayana. Dalam literatur lain (misalnya Astasahasrika Prajnaparamita 225 yang merupakan naskah paling awal dari aliran Mahayana pada abad pertama SM) menjelaskan, bahwa istilah Mahayana pertama kali muncul digunakan untuk menunjukan prinsip atau pengetahuan tertinggi, dari alam semesta bersama semua mahluk hidup merupakan suatu manifestasi yang hanya melalui mereka dapat mencapai keselamatan ahir (nirvana). Mahayana bukanlah nama yang diberikan untuk doktrin religius tertentu tidak juga ada hubunganya dengan kontraversi doktrinal, meskipun begitu dimanfaatkan oleh pihak yang progresif. Asvhagosa yang merupakan penyebar aliran Mahayana hidup sekitar tahun 400 setelah Sang Buddha mengunakan istilah ini dalam kitab religiofilosofisnya yang disebut ‘Wejangan Mengenai Bangkitnya Keyakinan dalam Mahayana’ sebagai sinonim dengan bhuta tathata atau dharma kaya, prinsip tertinggi dari Mahayana. Ia menyamakan pengakuan dan keyakinan dalam keadaan dan prinsip tertingggi ini dengan kendaraan yang akan membawa orang pada keselamatan menyebrangi samsara menuju nirvana. Kontrapersi antara dua aliran dalam agama Buddha yaitu konserfatif dan progresif menjadi lebih berkembang. Nagarjuna dan Aryadeva yaitu setelah beberapa abad setelah Asvhagosa mengajarkan dhamma. Dari pihak progresif sendiri dengan jitu menciptakan istilah ‘Hinayana’ sebaganai lawan dari ‘Mahayana’ yang terahir ini kemudian diambil oleh mereka sendiri sebagai semboyan aliran mereka (Mahayana). 2.2 Deskripsi Sunya Sunya berarti kekosongan, yang dimaksud kekosongan bukanlah nihilisme, melainkan suatu kepenuhan. Sunya juga diidentifikasiakn dengan absolud, realisasi yang mutlak atau realisasi itu sendiri juga sering diartikan sebagai kekosongan, sebagai suatu pengalaman tidak bisa dibagi melainkan harus dialami sendiri, direalisasikan oleh diri sendiri yang merupakan kedamaian yang tidak diakibatkan oleh pemikiran intelektualitas. Sunya tidak terungkapkan oleh kata-kata yang merupakan cetusan pikiran bukanlah suatu yang terbebas, dan mengatasi pikiran bukan yang masih dualisme. Segala sesuatu diaktakan kosong karena, segala fantasi, konsep, atau pandangan yang keliru tentang orang atau benda yang lenyap seperti mimpi yang buyar. Manusia dan fenomena lain adalalah kosong dari inti maupun subtansi kehidupan. Fenomena sesunguhnya hanyalah nama, dan konvensi. Fenomena muncul dari kondisi yang saling terpisah yang satu dengan yang lainya. Sunya adalah sinonim dari ajaran Sang Buddha tentang antma atau tampa aku yang menyangkal adanya subtansi yang terpisah dan ada dengan sendirinya tampa tergantung dengan yang lain. Penyadaran tentang hakekat sunya akan menjadikan seseorang bergerak secara bebas karena tenaga dan waktu tidak dihabiskan oleh keterikatan, kebencian, dan kebodohan. 2.2.1. Pengertian Sunya Dipandang dari Segi Fenomena dan Absolud Sunya dipandang dari dua segi yaitu: (a) Dari segi pandangan fenomena atau realitas empiris, berarti svabhava sunya yaitu bebas, realitas subtansi dari miliknya, dan (b) Dari segi pandang Absolud, berarti prapanca sunya yaitu tampa prapanca atau ungkapan, susun pemikiran dan pluralitas. Pengertian sunya dari segi pandangan fenomena atau realitas empiris, dijelaskan dalam Madhayamaka Sastra mengenai pratya samutpada menunjukan bukanlah suatu benda tunggal didalam dunia ini berada didalam hak miliknya sendiri, tidak ada sesuatu realitas miliknya. Segala sesuatu dipersyaratkan oleh sesuatu atau saling bergantung (pratiya samutpanna). Nagarjuna mengatakan “Bukanlah nyata dihasilkan, hanyalah manisfestasi dari sesuatu bergantung pada sebab dan syarat” 2.3 Diskripsi Sunyata Sunyata sebagai existensi refleksi yang sudah menjadi eksistensi berkondisi. Doktrin asli dari Madhyamika dianggap suatu jalan tengah di antara dogma mengenai existensi dan noexsistensi absolut. Samadhiraja mengatakan: ‘adalah atau ya’, dan ‘bukan’ kedua-duanya adalah pendapat yang ekstrim; ‘kesucian’ dan ‘ketidak sucian’ adalah juga ekstrim Madhayamika Sutra menyatakan, bahwa orang-orang yang bodoh, yang percaya akan eksistensi atau noneksistensi tidak mengerti sifat dasar yang sebenarnya mengenai segala hal. Lankavtara Sutra menunjukan bahawa exisitensi absolud dan noexitansi adalah istilah-istilah yang relatif, sebagaimana setiap istilah membuktikan keperluan dari yang lain. Nagarjuna telah menjelaskan tentang prajna paramita yang dimegerti untuk mengartikan sunyata. Secara jelas dinyatakan dalam Madhayamika Sutra, bahwa sunyata tidaklah berarti noexsitensi (abhava), sunyata identik dengan prinsip pratitya-samutpada yang didalamnya terdapat 12 nidanas (Madhayamika Sutra, 503.10.ff, 491.15..ff). Mahayana mengembangkan peryataan sunyata berdasarkanl logika mereka yang didasarkan pada realita yang ada sehingga, dapat dihubungkan dengan keadaan yang saling berhubungan dengan segala fenomena alam didahului suatu yang timbul tampa suatu sebab yang pasti karena terminologi sebab awal sangat relatif. Pemikiran yang mendasar dijelaskan didalam Madhayamika Sutra : “Adalah tidak ada sesuatu yang timbul tampa suatu sebab yang pasti, karena itu adalah tidak ada sesuatu yang tidak kosong atau hampa (sunya).” (Madhayamika Sutra. 505. 2-3).” Fenomena tidak timbul oleh mereka sendiri’. (Madhayamika Sutra., 76,1). Seorang bodhisatva mengerti kebenaran mengenai Pratitya-Samupada bila Sunyata dimengerti untuk mengartikan ‘Exsitensi yang berkondisi’, karena merupakan ketidak-adaan dari suatu hakekat yang absolud yang ada sendiri atau dasar kebenaran dalam segala hal dan fenomena (Dharma-nairatmya). Sunyata menyatakan secara tidak langsung nonexsitensi dari sesuatu tampa sebab atau fenomena dan sesuatu yang sunguh-sunguh ada sebabnya sendiri, oleh karena itu sejajar dengan hubungan sebab dan akibat serta yang berhubungan dengan fenomena. Lankavatara Sutra menyatakan:”setiap benda bereksistnsi secara relatif dan bergantung ;tetapi tiada sesuatu berexsitensi secara absolut.”. M.S.AI. menerangkan bahwa dunia relatif adalah bangaikan gajah kayu yang dibuat secara gaib, yang pada dasarnya tidak nyata dan tidak benar, akan tetapi Cantideva mengajarkan bahwa dunia fenomena, yang dapat dipengang oleh intelek secara terputus-putus (buddhi), bereksisten dalam pengertian relatif, sejauh mengenai pembangian kebenaran ke dalam dua bangian yang bertentengan secara bersama-sama untuk merumuskan filsafat sunyata dengan pengertian umum. Umat awam tinggal dan mencintai perkerja dalam dunia fenomena yang relatif, sedangkan para bhikksu tinggal dalam alam kekosongan yang absolud. Dihubungkan dengan sunyata adalah sumber-sumber dari kekuatan moral bodhisattva. Dia tidak melekat pada sesuatu hal,dan bebas dari sengala sesuatu keinginan dan kekuatan. Prajna menghancurkan pasukan mara, sebangaimana air merusak sebuah kapal dari tanah liat mentah, menurut samadhirajasutra, seseorang bodhisattva, yang telah memperoleh prajna yang tidak dapat digoyahkan atau di taklukan oleh rombongan mara. Boddhisatvva tetap terpisah dalam pikiran dan tubuh, dijiwai oleh cinta dan kemurahan hati yang dalam dan besar (adhimatra-karuna) memperoleh semua dhyanas, samadhi (rangam kosentrasi), samapattis (pencapaiaan) mengenai seorang buddha (Sam.Ra.115 a&b). Keadaan demikian adalah puncak dari kebijaksanaan, dan aspek positipnya yang ditekankan. Pengertian utama tentang sunyata adalah kekosongan pada suatu reperensi terakhir;tetapi sunyata berkenaan juga pada metode (kritikan)dengan dalam mana sunyata sebangai kebenaran dibawakan menuju penerangan atau pencerahan,yakni berhubungan dengan apa itu hanya relatif dan tidak ada terakhir.Sunyata sebangai kebenaran duniawi adalah ke-relatifan dan penjadian yang berkondisi;ini dibawakan untuk menerangi dengan menolak dugaan yang terakhir dan ke-absolutan mengenai sesuatu yang sunguh-sunguh ada khusus dan konseptertentu dan sistem yang bertentangan dengan konsepsi. Sunyata sebangai kebenaran terakhir adalah tidak berkondisi,badan yang tidak terbagi yang mana adalah sifat dasar akhir dari berkondisi;dan kelompok;ini membawakan penerangan. Lagi pula,dengan menolak semua kritikan imaginasi dan yang terakhir mengenai kondisi dari yang berkondisi dan sebagaiakangibatnya,dari bangian di antara yang brkondisi dan yang tidak berkondisi. Jenis kritikan yang pertma dan kebenaran itu membawa penerangan yang tepat di namakan sunyata, mengigat jenis yang kedua pembicaraan secara ketat, sunyata dari sunyata (sunyata-sunyata). Sunyata dari Madhyamika hanya dapat di mengerti dengan baik bila kita memiliki pengertian tentangan kebenaran umum (samvrti-satya) dan kebenaran akhir (paramartha-satya).semua sastra dari madhyamika dengan berdasarkan kebenaran umum dan kebenaran akhir yakni dengan cara mulai berpikir dan berfilsafat dengan demikian kita dapat memberikan perbedaan terhadap kedua kebenaran tersebut. Pengertian Sunyata dari Segi Pandangan Absolud Sunyata yang merupakan fenomena alam yang memilikin keterkaitan antara dua kebenaran yaitu samvruti satya dan paramartha satya memiliki pengertian yang berhubungan dengan yang absulud itu sendiri, karena sunyata merupakan kekosongan dari fenomena kebenaran dhamma. Sunya dipandang dari segi absulut memiliki pengertiaan: (a) berhubungan dengan vyavahara atau realitas empiris, sunyata berarti naihsvabhavya yaitu ketidakadaan adanya diri sendiri, sifat dasar yang tidak bersyarat mengandung arti pratityasamutpada realitivitas yang sebenarnya, (b) Sebagai relativitas, sunyata juga mengandung arti relatif, sifat dasar yanng tidak absolud dari pandangan yang spesifik, (c) sunyata membabarkan kebodohan dari penerimaan permulaan absolud apa saja atau penghentiaan total , oleh sebab itu mengandung arti madhyama pratipat menerima benda-benda sebagaimana adanya dan menghindari keexstrimanya dan tidak atu bukan , (d) dalam hubungan dengan paramartha iatau realitas ahir, sunyata mengandung arti sifat dasar mengenai yang absolud yang konseptual, (e) berhubungan dengan calon, sunyata menyatakan secara tidak langsung letaknya anupalambha atau kemampuan dari ketidak melekatan terhadap relatif sebagai absolud atau terhadap absolud sebagai sesuatu yang spesifik, dan (f) Mahaprajna paramita Sastra membawa implikasi lain mengenai prinsif sunyata, yaitu: dharmaiana merupakan suatu keinginan yang tidak dapat ditahan lagi untuk yang nyata, melebihi yang diperlihatkan dari kehidupan duniawi. Sunyata bukanlah semata-mata suatu konsep intelektualitas, namun realisasinya suatu cara dalam penyelamatan samsara. Meditasi mengenai sunyata menuju ke-prajna (kebijaksanaan transendental) yang menghasilkan pembebasan dari calon itu yaitu kegelapan spiritual. “Pembembebasan” diperoleh dengan pemutusan perbuatan serakah dan tidak menuruti napsu indra. Sunyata yang lebih mengarah pada hakekat sebenarnya dari alam semesta yang dapat dicapai dengan menghilangkan kekotoran batin, sehingga tujuan ahir dapat dicapai, didampingi oleh pemahaman realita kekosongan (sunyata). Secara singkat realita sunyata diluar pengertian intelek, karena sunyata sendiri tidak dapat diungkapkan atau dijelaskan dengan kata-kata. Hal terseut hanya dapat benar-benar dapat dipahami dengan sempurna apabila seseorang telah sepenuhnya terbebas dari kekotoran batin 2.4 Sunya dan Sunyata Perkembangan aliran agama Buddha Mahayana mengunakan upaya kausalya dalam menyampaikan ajaran yang telah diturunkan oleh Sang Buddha. Perkembangan ajaran yang terjadipun khususnya pembahasan tentang sunya dan sunyata lebih menekankan pada pemahaman seseorang, agar lebih memahami sunya dan sunyata. Metode upaya kausalya seperti yang telah disampaikan Nagarjuna dalam menerangkan sunya dan sunyatapun memiliki pengertian luas hal ini dapat di lihat dalam Madhysmaka karika, bahwa sunya dan sunyata merupakan tidak terputus (anucchedam) dalam hal defenisi. Sunya (kosong) sunyata (kekosongan) bukan berarti nihilisme melainkan suatu kepenuhan. Dialetika Madhyamaka menjelaskan sunya dan sunyata bukanlah suatu pandangan yang negatif. Dalam dialek ini tidaklah menyangkal semua sangkalan tentang realita atu kenyataan. Dikatakan realitas bukanlah sat (ada) begitu juga asad (tidak ada). Hanyalah menegaskan absolud itu tidak dapat diterima pikiran, juga tidak mengatakan bahwa absolud suatu sunguh-sunguh tidak ada. Realita absolud hanya dimengerti dengan tidak menduakan, kebijaksanaan transendental. Sunya dan sunyata menunjukan fenomena alam semesta yang berada tampa mudah dipahami sebelum seseorang memahami hakekat yang paling hakiki dari sunya dan sunyata itu sendiri. Absolud dipandang sebagai hakekat yang paling hakiki dari penomena sunya dan sunyata yang meliputi alam semesta, maka dari itu Nagarjuna menjelaskankanyapun lebih diarahkan pada pemahaman seseorang agar lebih menekan praktek ajaran Buddha langsung baik melalui bakti atau meditasi, sehingga secara perlahan-lahan dapat mencapai kemajuaan batin sebagi dasar untuk mencapai tingkat kesucian, dengan demikian realita sunya dan sunyata akan dipahami. BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Sunya dan sunyata merupakan realita yang ada dialam semesta yang meliputi banyak aspek seperti: absolud, samsara, samvruti satya, paramartha satya dan pratitya-samupada. Pemahaman terhadap kedua hal tersebut sangat sulit apabila diarahkan pada manusia yang belum mencapai tingkat kesucian. Definisi sunya dan sunyata menurut filosofi Madhyamaka yaitu Nagarjuna lebih mengarahkan pemahaman seseorang agar memahami makna yang terkandung dari sunya dan sunyata itu sendiri dengan langsung praktek menjalankan bakti dan meditasi. Meditasi diangap praktik spiritual yang tinggi sebagai dasar untuk memahami sunya dan sunyata tampa melaksanakan meditasi dan mencapai tingkat kesucian pemahaman tentang hal tersebut hanya sebatas ungkapan kata-kata tampa memahami makna yang paling hakiki. Hal lain yang menjadi alasan mengapa sunya dan sunytata dijelaskan mengunakan metode upaya kausalya oleh Nagarjuna, agar memudahkan manusia untuk memahaminya secara intelektual bagi mereka yang belum mencapai tingkat kesuciaan, jadi dari berbagai macam defenisi sunya dan sunyata yang telah dijelaskan dalam pembahasan bab satu dapat disimpulkan bahwa sunya dan sunyata dalam hal devinisi lebih mengarahkan kepada pemahaman seseorang agar mengerti apa yang dimaksu sunya dan sunyata itu sebagai realita kehidupan. 3.2. Saran Pengetahuan spiritual berperan penting dalam kehidupan manusia, seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup, akan mudah sekali untuk memahami berbagai macam aspek kehidupan yang sedang dialaminya. Harapan penulis pemahaman tentang sunya dan sunyata menjadi bagian yang penting untuk memahami penomena kehidupan yang dialaminya. DAFTAR PUSTAKA Aryaphala. 2000. Sutra Upaya Kausalya: Karaniya. Jakarta. Jo Priastana, Dhammasukha. 1999. Pokok-pokok Dasar Mahayana. Yosadhara Puteri. Jakarta. Suwarto. 1995. Buddha Dhamma Mahayana: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. Palembang. RUJUKAN DARI KORAN NAMA PENULIS TANGGAL TAHUN JUDULNAMA KORAN HALAMAN EXAMPLE HDGGF,HFGHK. 23 MEI, 2003. MAKANAN KESEHATAN.LAMPUNG POST. HLM 5 Tmp PENULISH JAWA POST, 22 MEI.MAKANAN KESEHATAN, HLM 3

0 komentar: