Macam-macam
Nibbana.
Dalam
Nibbana tidak ada sesuatu yang “ diabadikan” atau “dimusnahkan”.
Menurut
kitab-kitab suci, terdapat dua macam Nibbana, yaitu Sa-upadisesa-Nibbana dan
Anupadisesa- Nibbana. Sesungguhnya ini bukan dua macam Nibbana, karena hanya ada
satu Nibbana. Perbedaan namanya sesuai dengan cara dicapainya, yaitu sebelum
atau sesudah kematian.
Upadisesa
Nirvana yaitu pembebasan atau lenyapnya avidya, avarana, klesavarana,
tetapi tubuh jasmani dan pikiran masih masih berfungsi sebagaimana Siddharta
Gautama Bhodisattva di bawah pohon Bodhi mencapai Samyak-Sambodhi (Shakyamuni
Buddha).
Nirupadisesa
Nirvana Yaitu Pembebasan terakhir dan lenyapnya skandha.
Selain
dua keadaan nirvana tersebut bagi Mahayana masih terdapat suatu nirvana yaitu:
Apratisthita
Nirvana yaitu Bodhisattva yang berkemauan untuk menunda menuju Pembebasan
terakhir atas pilihan sendiri untuk itu dikarenakan maha maitri karuna untuk
mengabdikan dirinya sendiri demi makhluk-makhluk lain.
Sesungguhnya
persoalan tentang tak terkatakannya sesuatu di dalam manusia yang beralih
kepada kehidupan baru dan juga tak terkatakannya apa yang sesungguhnya dimaksud
dengan nibbana itu disebabkan oleh pendirian falsafi dan metafisis, yang
diambil oleh buddha. Apabila orang hendak menentukan kedudukan falsafi Buddha
dengan menggunakan filsafat Yunani, maka dapat dikatakan, bahwa pada upanishad dan sankhya itu
persoalan Elastis dan pergumulan tentang pebgertian substansi itu sangat
dititikberatkan, sedang Buddha mewakili jalan pikiran yang Heraclitis
(pantarei) dan memusatkan segala perhatiannya pada susunan (struktur). Oleh
karena itu sangatlah sukarnya untuk turut hidup di dalam alam pikiran Buddha,
sebab kita sebagai pengikut Aristoteles menyusun seluruh logika dan ontologinya
pada dasar itu. “Titik keberangkatan” pikiran kita didesak ke samping oleh
Buddha. Jika orang di dalam perkembangan pikiran secara berat hendak mencari
ajaran yang sejenis dengan yang diberikan di dalam ajaran-Anatta mengenai si”
aku”, maka orang dapat menunjuk kepada Hume dan semua orang yang ada di bawah
pengaruhnya.
JALAN
KE NIBBANA
Bagaiamana
caranya untuk mencapai Nibbana? Dengan melakasanakan delapan faktor
jalan utama, yaitu Pengertian benar ( samma-ditthi), pikiran benar
(samma-sankappa), ucapan benar (samma-vaca), perbuatan benar (samma-kammanta),
penghidupan benar ( samma-vayama), perhatian benar (samma-sati), konsentrasi
benar (samma-samdhi).
Dalam
melaksanakan delapan faktor jalan utama, pengertian benar berada permulaan
karena hal itu memberi motivasi serta arah yang benar kepada tujuh faktor jalan
utama lainnya. Pada tingkat akhir melaksanakan pengertian benar masak menjadi
kebijaksanaan pandangan terang sempurna (vipassana panna), yang langsung
membawa kepada tingkat-tingkat kesucian.
“Ketidak kekalan, sudah tentu, adalah semua benda yang berkondisi. Adalah sifat
dasar mereka untuk terlahir- berlangsung- lenyap. Setelah dihasilkan, mereka
dihentikan. Penghentian mereka membawa kedamaian dan ketentraman.”
Pengertian
benar mengakibatkan pemikiran benar. Karena itu, faktor kedua dari jalan utama
ini (samma-sankkappa), mempunyai dua tujuan: melenyapkan pikiran-pikiran jahat
dan mengembangkan pikiran baik. Dalam hubungan ini, pikiran benar terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
Nekkhamma: melepaskan diri dari kesenangan dunia dan sifat mementingkan diri
sendiri yang berlawanan dengan kemelekatan, sifat mau menang sendiri.Ø
Abyapada: cinta kasih, i’tikad baik, atau kelemah-lembutan yang berlawanan
dengan kebencian, i’tikad jahat, atau kemarahan.Ø
Avihmsa: tidak kejam atau kasih sayang, yang berlawanan dengan kekejamana atau
ketangisan.
Tranformasi
mengenai Nirwana di uraikan dengan Istilah negatif sebagaimana penghancuran
mngenai tanda (idaman) dan asavas (godaan) dan istilah positif sebagaimana
timbulnya mngenai prajna atau sambodhi (kebijaksanaan transendental) dan santi
(kedamaian).
Hinayana
dan mahayana setuju didalam uraian yang indah mengenai Nirwana. Hinayana
batu loncatan dari kematian diri sendiri bahwa kita dapat mencapai Nirwana.
Sebagaimana Dr. T. Suzuki menempatkan Nirwana menurut Buddhis, tidaklah
menandakan suatu penghancuran dari kesadaran begitu pula sementara atau
penindasan permanent dari mentation, sebagaimana dikhayalkan oleh sebagian
orang tetapi nirwana adalah penghancuran dari dugaan mengenai hakekat ego dan
mengenai semua keinginan yang timbul dari konsepsi yang keliru ini. (Outlines
of mahayana buddhism, p.50-51).
Azas-azas
dasar kelakuan bermoral ini amat penting bagi seorang yang melangkahkan kakinya
menuju Nibbana. Melanggar hal-hal tersebut berarti menciptakan rintangan pada
kemajuan batinya sendiri. Pelaksanaan hal-hal tersebut berarti kemajuan yang
mantap dan lancar sepanjang jalan itu.
Dengan
mendisiplinkan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seorang musafir spiritual
akan maju lebih jauh.
Sewaktu
ia maju dengan lambat tapi mantap denagn mendisiplinkan segala ucapan dan
tingkah lakunya, serta mengendalikan indra-indranya, kekuatan kamma dari siswa
yang sedang berjuang ini mungkin akan mendorongnya untuk melepaskan
kesenangan-kesenangan duniawi dan menempuh kehidupan sebagai Bikkhu, kemudian
dalam dirinya muncul pengertian bahwa: “Kehidupan rumah tangga merupakan
medan perjuangan. Penuh dengan kerja keras dan kebutuhan; tetapi menjalani
kehidupan tanpa berumah tangga adalah seperti udara terbuka”.
Namun
demikian jangan salah tafsir bahwa seiap orang harus menjadi Bikkhu atau hidup
membujang untuk mencapai tujuan akhir. Kemajuan spiritual seseorang dipercepat
dengan menjadi Bikkhu, walaupun sebagai umat awam ia dapat juga mencapai
tingkat Arahat. Setelah mencapai tingkat kesucian ketiga yaitu, Anagami,
seseorang menempuh hidup membujang. Setelah memperoleh pijakan teguh di atas
fondasi moralitas, kemudian musafir spiritual yang telah memperoleh kemajuan
tersebut mulai pelaksaan yang lebih tinggi, yaitu pengendalian dan pengembangan
batin (samadhi), tingkat kedua pada jalan ini.
Sammadhi
adalah pemusatan pikiran pada satu proyek dengan mengesampingkan semua
persoalan yang tidak perlu.
0 komentar:
Posting Komentar