Pages

Rabu, 19 Maret 2014

Makalah Pendidikan Ilmu Pengentahuan Dalam Agama Buddha

Makalah Pendidikan Ilmu Pengentahuan Dalam Agama Buddha
Oleh: Putradi
Npm: 11110139

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Pendidikan dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena ilmu pengetahuan adalah produk dari pendidikan. Pendidikan memegang peranan  yang penting dalam  kehidupan manusia yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Secara umum makhluk hidup lainya mungkin mengalami pendidikan tetapi dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh manusia. Binatang misalnya, belajar hanya dengan mengandalkan insting sedangkan  bagi manusia belajar merupakan rangkaian kegiatan pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.

Pendidikan merupakan pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban (Bahri, 2007)
Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan melalui pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan manusia baik secara fisik maupun mental. Hal ini sesuai dengan ajaran Buddha yang bertujuan untuk membebaskan makhluk-makhluk agar terbebas dari penderitaan . “disini yasa tiada yang mencemaskan ,...., tiada yang menyakitkan. Kesini yasa aku akan mengajarmu” ucap Buddha kepada Yasa (Vin.  I, 21).
Manusia dilahirkan dengan harkat dan martabat yang sama. Buddhisme memandang, setiap orang dilahirkan dengan pembawaan baik dan buruk. Namun pembawaan itu bukanlah suatu takdir yang tidak dapat dirubah lagi, pembawaan itu dapat berubah karena adanya pengaruh dari lingkungan. Lebih jauh lagi ditunjukkan bagaimana perbuatan pada saat sekarang dapat meniadakan akibat dari perbuatan (karma) lampau. Dengan demikian, pendidikan merupakan suatu cara untuk mengubah pembawaan manusia. ”Orang yang bijaksana dapat memilih apa yang baik  dan menghindari apa yang buruk”.
Menurut agama Buddha pendidikan terjadi karena adanya kebodohan yang menguasai manusia. Kelahiran kembali kedunia ini sendiri karena adanya lingkaran kebodohan yang masih mengungkung diri kita. Apabila kebodohan itu sudah dapat di singkirkan maka tumimbal lahir itu tidak akan terjadi lagi dan kebahagiaan sejati telah di realisasi. Dalam Dhammapada dikatakan ”yang lebih buruk dari semua noda itu adalah kebodohan.  Kebodohan adalah noda yang paling buruk. Para Bhikkhu singkirkan noda ini dan jadilah orang yang tak bernoda” (Dhp. 243) Petikan Dhammapada diatas dengan jelas telah menunjukkan bahwa pendidikan adalah mutlak diperlukan oleh manusia agar terbebas dari kebodohan.
Berdasarkan latar belakang belakang masalah diatas maka penyusun tertarik untuk membahas  ”Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan dalam Agama Buddha”
B.     Rumusan Masalah
Bagaimanakah pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam agama Buddha?
C.    Tujuan
Mendeskripsikan Agama dan ilmu pengetahuan dalam Agama Buddha.
D.  Manfaat
1.      Memberikan informasi  dan menambah bahan kepustakaan bagi umat Buddha mengenai Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam agama Buddha.
2.      Menambah bahan kepustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Jinarakkhitta



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia sejalan dengan peran dan fungsinya di dunia ini.  Ki Hajar Dewantara (1977) menyatakan bahwa Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,dan karater), pikiran (intelektualitas) dan tubuh anak (dalam hadikusumo, 1999).
 Menurut Crow and Crow (1975), Pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu, untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial bagi generasi kegenerasi (dalam hadikusumo, 1999).
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selama ini pendidikan di Indonesia masih menggunakan metode tradisional dan dikotomis (terjadi pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses kegiatan untuk meneruskan ilmu pengetahuan, adat istiadat tertentu maupun kebiasaan dari generasi tua kepada generasi di bawahnya dalam rangka membentuk kualitas pribadi yang lebih baik.
Menurut Buddha pendidikan adalah hal yang penting sebagai salah satu usaha untuk membebaskan diri dari penderitaan yang disebabkan oleh kebodohan. Pendidikan adalah penerusan nilai, pengetahuan, kemampuan, sikap dan tingkah laku; yang dalam arti luas pendidikan merupakan hidup itu sendiri (dan belajar itu seumur hidup), sebagai proses menyingkirkan kebodohan dan mendewasakan diri menuju kesempurnaan. “Yang lebih buruk dari semua noda adalah kebodohan. Kebodohan merupakan noda yang paling buruk. Para bhikkhu, singkirkan noda ini dan jadilah orang yang tidak ternoda” (Dhp.243).
Pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk menolong seseorang belajar dan bertanggungjawab, mengembangkan diri atau mengubah perilaku, sehingga bermanfaat bagi kepentingan individu dan masyarkat. Melalui ilmu pengetahuan, seseorang memiliki bekal untuk bekerja dan membantu atau melayani orang lain dengan baik. 

B.     Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari bahasa yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan logos (teori/ilmu). Cabang dari ilmu filsafat ini  menyelidiki asal, struktur, metode dan keabsahan pengetahuan, dengan kata lain mempelajari dasa-dasar dan batas-batas pengetahuan manusia (Mukti, 2006:9).
Hingga kini terdapat tiga aliran epistemologi (ensiklopedi indonesia, 1989) yaitu: 1) aliran rasionalis (Descrates, Spinoza dan Leibniz), 2) Aliran empiris (Locke, Berkeley, Hume) dan 3) Aliran kritis (Immanuel Kant) (dalam mukti, 2006).
Manusia adalah makhluk yang dinamis, karena pada hakikatnya manusia terus berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara kuantitas manusia berkembang dengan melahirkan generasi-generasi baru. Secara kualitas manusia senantiasa meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Manusia meningkatkan  pengetahuan yang dimilikinya dengan belajar. Sejak lahir manusia sudah belajar, terutama belajar beradaptasi dengan lingkungan terdekatnya.
Manusia meningkatkan pengetahuannya setahap demi setahap. Pada masa lalu untuk memperudah mendapatkan kebutuhan hidup, manusia mulai memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya misalnya batu. Setahap kemudian manusia beralih membuat perkakas dengan menggunakan logam dan seterusnya, hingga kemudian ditemukan berbagai alat modern seperti sekarang ini. Berbagai fasilitas yang kita nikmati saat ini merupakan hasil pengembangan pengetahuan manusia dari waktu-ke waktu.
Secara umum ilmu pengetahuan diperoleh melalui pengamatan dengan alat indra, baik indra penglihatan, penciuman, perasa, maupun peraba. Namun, yang perlu dipahami adalah bahwa persepsi indra memiliki keterbatasan, dan bisa saja keliru. Dalam hal penglihatan misalnya, persepsi yang tidak tepat  atas suatu objek dapat menghasilkan ilusi (vipallasa). Ilusi timbul karena kekeliruan pencerapan yang mengamati (Sanna vipallasa), kekeliruan pikiran yang mengenali (citta-vipallasa), dan kekeliruan pandangan yang membentuk gagasan.(Narada. 1979 dalam Mukti 2006: 14).
Pengamatan indera tidak berdiri sendiri, tetapi secara internal berkaitan dengan aspek kesehatan dan aspek kejiwaan, seperti kepekaan perasaan, emosi, praduga dan imajinasi. Hembusan angin yang terasa nyaman bagi orang sehat, akan terasa lain bagi orang yang sakit (Suharto, dalam Mukti 2206:16).
Jadi persepsi indera terkadang dapat memberikan pemahaman yang tidak tepat, apalagi pemahaman yang diperoleh juga berdasarkan keadaaan pikiran, sedangkan keajekan pikiran sangat sulit dipertahankan seperti digambarkan dalam syair Dhammapada berikut: “Pikiran itu sungguh sukar di awasi, amat halus dan senang mengembara sesuka hati, ...” (Dhp.35)
Meskipun pengetahuan yang diperoleh dengan pengamatan bisa menyebabkan pemahaman yang tidak tepat, bukan berarti kemudian Buddha menyangsikan begitu saja hal tersebut, tetapi seseorang hendaknya meragukan dengan sikap kritis dan tidak mengambil kesimpulan begitu saja terhadap apa yang dianggap benar.
“..., jika seseorang telah mendengar kemudian mengatakan inilah yang aku dengar, ia melindungi kebenaran sepanjang tidak secara kategori mengambil kesimpulan bahwa hanyalah ini yang benar, dan semua yang lainnya keliru. (M.II. 170-171).
Intinya Buddha mengajarkan agar seseorang selalu datang, melihat dan membuktikan (Ehipassiko) segala sesuatu sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak menimbulkan kesimpang-siuran/ keraguan dalam dirinya. Jika dicermati, ternyata ada persamaan yang menakjubkan dari metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan umum dan pengetahuan menurut Buddha, yaitu: observasi/ eksperimen dan ehipassiko menurut Buddha.
“... oleh karena itu, warga suku kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan, ..., tetapi terimalah kalau engakau sudah membuktikannya sendiri (A.1.189)
Inti dari petikan Sutta di atas adalah sama dengan metode ilmiah dalam ilmu pengetahuan umum dimana data-data yang diperoleh diteliti, diolah dan dirumuskan sehingga diyakini kebenarannya sebagai pengetahuan.

C.    Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Agama Buddha
Pendidikan adalah penting untuk membebaskan diri dari kebodohan. “yang lebih buruk dari semua noda itu adalah kebodohan.  Kebodohan adalah noda yang paling buruk. Para Bhikkhu singkirkan noda ini dan jadilah orang yang tak bernoda” (Dhp. 243). Setelah kebodohan tidak lagi menyelimuti batin kita, maka kebahagiaan tertinggi akan terealisasi. “Memiliki pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu berkah utama (Sn. 261).
Pendidikan pada dasarnya bersifat terbuka, tidak ada yang disembunyikan (D.III,100). Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, karena pada hakekatnya semua manusia terlahir sama, yang berbeda adalah kualitas masing-masing orang berdasarkan usaha sendiri.
Tentang pentingnya belajar dan meningkatkan pengetahuan yang dimiliki Buddha berkata “Orang yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti sapi jantan, dagingnya bertambah, tetapi kebijaksannannya tidak berkembang” (Dhp.152). Belajar sendiri adalah proses evolusi, karena perubahan tingkah laku yang terjadi memerlukan waktu dan terjadi sepanjang kehidupan manusia.
“Aku tidak mengatakan bahwa pencapaian yang mendalam datang dengan segera, sebaliknya hal itu datang melalui suatu latihan yang bertahap, suatu pelaksanaan yang bertahap, suatu jalan yang bertahap” (M.I.479).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang apabila digunakan secara positif akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya dan kehidupan makhluk lain. “orang yang bijaksana dapat memilih apa yang baik dan apa yang buruk”.
Buddhisme memandang ada dua sumber pengetahuan yaitu inferensial (Anumana) dan eksperensial (Pativeda). Fakta-fakta atau bukti dan kesaksian melalui penarikan kesimpulan berdasarkan logika merupakan tipe inferensial (Jayasuriya 1976 dalam Mukti 2006:17).
Sedangkan eksperensial (Pativeda) diperoleh melalui perenungan yang benar (meditasi) berupa pencapaian. Ilmu pengetahuan dalam agama Buddha diperoleh melalui metode ehipassiko (datang, lihat dan buktikan), hal ini sejalan dengan metode ilmiah dalam pengetahuan umum. Buddha berkata kepada Ananda “Pengetahuan yang objektif atau pengetahuan tentang sesuatu seperti apa adanya adalah pengetahuan yang tertinggi” (A.V.37).
Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat dewasa ini jika dikaitkan dengan budhisme adalah sangat sejalan. Temuan-temuan baru  dibidang ilmu pengetahuan apabila dikaitkan dengan Buddhisme tidak bertentangan, tetapi saling mendukung, karena hal-hal tersebut telah pula dikenalkan oleh buddha lebih dari 2500 tahun yang lalu.
Ilmu pengetahuan yang semakin maju dapat semakin meningkatkan kesejahteraan manusia apabila berjalan di koridor yang sesuai. Hubungan ilmu pengetahuan dan budhisme digambarkan sebagai berikut “Sains tanpa agama adalah pincang, agama tanpa sains adalah buta” (Einstein dalam Taniputera, 2003). Pendapat diatas diperkuat oleh Taniputera ”Ilmu pengetahuan dapat beroperasi tanpa buddhisme, agama dapat terus berjalan tanpa ilmu pengetahuan. Tetapi manusia membutuhkan keduanya untuk lebih sempurna dan lengkap” (Taniputera, 2003)


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pendidikan adalah proses kegiatan untuk meneruskan ilmu pengetahuan, adat istiadat tertentu maupun kebiasaan dari generasi tua kepada generasi di bawahnya dalam rangka membentuk kualitas pribadi yang lebih baik. Manusia dilahirkan dengan harkat dan martabat yang sama. Buddhisme memandang, setiap orang dilahirkan dengan pembawaan baik dan buruk. Namun pembawaan itu bukanlah suatu takdir yang tidak dapat dirubah lagi, pembawaan itu dapat berubah karena adanya pengaruh dari lingkungan. Lebih jauh lagi ditunjukkan bagaimana perbuatan pada saat sekarang dapat meniadakan akibat dari perbuatan (karma) lampau. Dengan demikian, pendidikan merupakan suatu cara untuk mengubah pembawaan manusia.
Tujuan umum pendidikan tak berbeda dengan tujuan pembabaran agama sebagaimana yang diamanatkan oleh Buddha kepada enam puluh orang arahat. Mereka mengemban misi atas dasar kasih sayang, demi kebaikan, membawa kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan bagi orang banyak (Vin.I,21). Secara umum pendidikan bertujuan untuk melenyapkan kebodohan. Kebodohan adalah sumber penderitaan,. “Yang lebih buruk dari semua noda adalah kebodohan. Kebodohan merupakan noda yang paling buruk. Para bhikkhu, singkirkan noda ini dan jadilah orang yang tidak ternoda” (Dhp.243). apabila kebodohan sudah dapat disingkirkan maka kebahagiaan tertinggi terealisasi.
Memiliki pengetahuan sebagai hasil dari belajar, apabila diterapkan dalam hal-hal positif adalah sangat bermanfaat bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi makhluk lain. “Memiliki pengetahuan dan ketrampilan merupakan berkah utama”(Sn II, 4).
Pengetahuan yang sudah ada tidak diterima begitu saja oleh umat buddha, tetapi hendaknya diselidiki kebenarannya sehingga tidak ada lagi keragu-raguan. Metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan dalam agama buddha adalah ehipassiko (datang, lihat dan buktikan) yang sesuai dengan metode ilmiah dalam ilmu pengetahuan umum.
B.     SARAN
Agar kebahagiaan dapat tercapai, manusia hendaknya selalu meningkatkan pengetahuan dalam dirinya dengan cara belajar. Belajar adalah proses yang terjadi seumur hidup dan tidak mengenal usia, tempat maupun waktu. Dengan belajar berarti kita mengikuti jalan buddha. Agar seseorang dapat belajar dan mengembangkan dirinya maka dibutuhkan kerja sama dan saling bantu membantu dalam mencapai suatu tujuan. Melalui pengertian yang benar mengenai belajar maka seseorang akan dapat merealisasikan suatu pengetahuan yang benar sehingga dapat mengkikis kebodohan dan mereallisasi kebahagiaan.



DAFTAR PUSTAKA
Anggawati, Lanny dan Wena Cintiawati. 1999. Sutta-Nipata, kitab Suci Agama Buddha. Klaten: Vihara Bodhivamsa.
Bahri, Samsul. 2007. Landasanpendidikan. (online) (http://pakguruonline. Pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.html,  diakses 9 oktober 2008)
Hadikusumo, Kunaryo. Dkk. 1999. Pengantar pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press.
Khemakalyani. 2008. Agama Buddha dan Ilmu Pendidikan. (http://khemakalyani.blogspot.com/2008/07/agama-Buddha-dan-ilmu-pendidikan.html, diakses 9 oktober 2008)
Kirthisinghe, Buddhadasa P (Ed). 2004. Agama buddha dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Aryasuryacandra.
Mukti, Krisnanda Wijaya. 2006. Wacana Buddha-Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan.
Supandi, Cunda. J. (penterjemah). 1997. Dhammapada. Bandung: Karaniya.
Taniputera, Ivan. 2003. Sains Modern dan Buddhisme. Jakarta: Karaniya.


0 komentar: