Unggul
dalam vinaya sila
Enam bangsawan muda Sakya, yaitu Ananda, Anuruddha, Bhaddiya, Bhagu,
Devadatta dan Kimbila memutuskan bersama untuk menjadi siswa Sang Buddha.
Ketika mereka meninggalkan Kapilavatthu, ibu kota kerajaan Sakya, mereka
diiringi dengan rombongan besar kereta, gajah dan sejumlah pelayan untuk
melayani mereka dalam perjalanan. Di perbatasan antara kerajaan Sakya dan
kerajaan Magadha, mereka mengirim seluruh kereta kembali ke Kapilavatthu, dan
yang tinggal bersama mereka hanyalah Upali, tukang cukur mereka.
Di tepi hutan, mereka menyuruh Upali untuk
mencukur rambut mereka. Kemudian mereka melepaskan baju mereka yang mewah,
perhiasan, lalu mengenakan jubah yang telah disiapkan. Mereka memberikan baju
dan perhiasan itu kepada Upali dan menyuruhnya kembali ke Kapilavatthu. Upali
mendapati dirinya sendirian dengan barang-barang berharga di dekatnya. Dengan
gemetar dipungutnya barang-barang itu. Namun ia berpikir, kalau ia membawa
pulang barang-barang itu tentu orang-orang akan mencurigainya dan ia akan
dituduh mencuri barang-barang itu. Kemudian ia bertanya, mengapa keenam
bangsawan itu meninggalkan kehidupan duniawi untuk memasuki kehidupan suci. Ia
teringat Sabda Sang Buddha, ”Semua penderitaan di dunia ini lahir karena nafsu
keinginan. Bila nafsu keinginan tidak dilenyapkan, kedamaian pikiran sulit
dicapai.”
Upali tidak lagi tertarik pada baju dan perhiasan mewah itu. Dan iapun
bergegas mengejar para bangsawan muda itu untuk ikut pula menemui Sang Buddha.
Mereka menjumpai Sang Buddha di Anupiya dalam perjalanan ke Rajagraha. Mereka
memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai bhikkhu dan memohon agar
Upali dapat ditahbiskan terlebih dahulu agar mereka dapat mengurangi
kesombongan hati mereka dengan menjadikan Upali sebagai senior mereka.
Dengan sikap rendah hati, Upali selalu menerima apa yang dikatakan orang
dengan baik dan melakukan segala hal dengan sungguh-sungguh, belajar dan
melaksanakan semua aturan dengan baik melebihi para bhikkhu lainnya. Pada suatu
kali, Upali memohon ijin untuk tinggal di dalam hutan untuk melatih diri dalam
meditasi. Tetapi Sang Buddha menjawab, ”Setiap orang mempunyai kemampuan
sendiri-sendiri. Engkau tidak terlahir untuk hidup dalam kesunyian di hutan.
Bayangkanlah apabila ada seekor gajah besar sedang mandi dengan gembira di sebuah
danau. Apa yang akan terjadi bila seekor kelinci atau kucing melihat
kegembiraan sang gajah, kemudian mencoba menyainginya dengan melompat kedalam
air juga?”.
Y.A.Upali kemudian menyadari bahwa beliau harus tetap berada dalam Sangha,
mengabdikan dirinya dalam peraturan dan latihan, menjaga sila dan bertindak
sebagai penuntun bagi bhikkhu-bhikkhu lainnya. Apabila menemui keraguan sedikit
apapun, beliau memegang teguh semua sila, mulai dari yang paling dasar yaitu
tidak membunuh, tidak mencuri, tidak melakukan tindakan asusila, tidak
berdusta, dan tidak minum minuman keras yang memabukkan. Sedemikian baiknya
sehingga orang-orang mulai datang kepadanya untuk meminta nasihatnya.
Meskipun demikian tidak berarti Y.A.Upali mengikuti peraturan secara
dogmatis. Beliau tahu bagaimana untuk membuat pengecualian. Pada suatu kali
beliau bertemu dengan seorang bhikkhu tua yang sakit tersebut dapat diobati
dengan meminum anggur, Y.A.Upali menemui Sang Buddha dan bertanya apa yang
harus dilakukannya. Sang Buddha berkata bahwa orang yang sakit dikecualikan
dari aturan yang melarang minum minuman yang diragi. Y.A.Upali segeri
memberikan anggur kepada bhikkhu itu, yang demikian menjadi sembuh dari
sakitnya.
Y.A.Upali melaksanakan sila untuk kepentingan semua bhikkhu dan untuk
perbaikan Sangha. Beliau dihormati atas caranya menyelesaikan perselisihan yang
seringkali mengganggu Sangha. Sesudah Sang Buddha Parinibbana (wafat), Y.A.Upali berperan besar dalam melestarikan
ajaran Sang Buddha dengan mengulang vinaya (peraturan kebhikkhuan) dam sidang
agung yang diselenggarakan dibawah pimpinan Y.A.Maha Kassapa.
Kisah
Lain YA.Upali
Upali dan Buddha Sakyamuni sama-sama dilahirkan di Kerajaan Kapilavathu.
Namun, sementara Buddha dilahirkan di istana dan tergolong kasta ksatriya,
Upali tergolong dalam kasta Sudra. Sudra adalah kasta terbawah di India yang
terdiri dari para budak pada masa itu. Jika budak dari kasta Sudra melihat
orang dari kasta Brahma dan kasta Ksatriya di jalan, mereka harus berlutut di
tepi jalan untuk memberi jalan dan bahkan mereka tidak boleh diam-diam melihat
ke mereka yang berkasta lebih tinggi. Jika mereka berani melirik ke mereka yang
berkasta lebih tinggi, matanya akan dicukil. Jika mereka berani berdebat dengan
orang dari kasta Brahma dan Kastriya, lidah mereka akan dipotong.
Ketika Upali masih muda, ia tidak banyak belajar banyak karena kastanya
rendah. Agar dapat memiliki mata pencaharian ketika ia besar, ia belajar
menjadi tukang cukur rambut. Upali sangat cermat dalam melakukan tugasnya. Ia
juga sangat rendah hati dalam belajar, sehingga dengan segera ia menguasai
keahliannya dan dapat memotong berbagai jenis rambut dengan sangat baik.
Pada suatu ketika, istana raja di Kapilavatthu memerlukan tukang cukur.
Melalui saran seseorang, Upali akhirnya diberikan ijin pergi ke istana untuk
memotong rambut dari beberapa pangeran muda.
Para pangeran muda menyukai keahlian Upali, Upali memotong rambut mereka
dengan sangat baik. Lebih dari itu, Upali sangat terampil dan tidak menyakiti
kepala mereka selama pemotongan rambut, sehingga pangeran-pangeran muda sangat
menyukainya.
MEMOTONG RAMBUT
BUDDHA
Tiga tahun setelah Buddha mencapai pencerahan, Beliau kembali ke kampung
halamannya untuk mengajarkan Dharma kepada Ayahnya, Raja Sudhodana, serta para
pangeran dan para menteri. Seorang bhikkhu harus mencukur kepalanya. Buddha
tidak terkecuali.
“siapa yang pantas ditunjuk untuk memotong rambut Sang Buddha?” semua orang
mempertimbangkan ini. Akhirnya, semuanya setuju bahwa Upali yang memiliki
keterampilan terbaik, pantas ditunjuk dalam tugas ini.
“Buddha adalah yang telah mencapai pencerahan sempurna, sedangkan saya
hanyalah budak dari kasta rendah. Bagaimana saya berani memotong rambutnya?”
Upali sangat ketakutan. Dengan dorongan dari ibunya, Upali akhirnya
mengumpulkan keberanian untuk memotong rambut Buddha. Ketika tugas itu usai
dilaksanakan, ibu Upali bertanya kepada Buddha, “Apakah Upali memotong rambut
Buddha dengan baik?”
Buddha menjawab dengan tersenyum, “Keahliannya cukup baik, tetapi badannya
menunduk terlalu rendah.” Upali sangat hormat kepada Buddha sehingga ia
kelihatan seperti bongkok.
Mengikuti
pangeran meninggalkan istana
Setelah Buddha mengajarkan Dharma di istana, Beliau meneruskan mengajar di
berbagai tempat. Akhirnya, benih dhamma yang telah beliau tanam bersemi juga.
Segera, banyak pangeran yang ingin menjadi bhikkhu.
Para pangeran berpikir untuk meninggalkan istana dan mengikuti Buddha.
Namun, banyak dari orangtua mereka yang tidak mengerti Dhamma, sehingga mereka
tidak setuju. Oleh karena itu, begitu para pangeran menemukan kesempatan untuk
keluar dari istana secara diam-diam, mereka lari ke Taman Nigrodha tempat Buddha
sedang mengajar.
Dalam cerita sebelumnya tentang Anuruddha yang memiliki mata sakti, kita
telah menyebut bahwa ada tujuh pangeran yang meninggalkan istana pada saat itu.
Upali sangat dekat dengan para pangeran ini, karena ia selalu memotong rambut mereka.
Sekarang, karena para pangeran ini menjadi bhikkhu, mereka juga memerlukan
seseorang untuk membantu mereka mencukur kepalanya, sehingga ketika mereka
menyelinap keluar dari istana, mereka juga mengajak Upali.
Sambil mencukur kepala para pangeran, air mata berlinang diwajahnya.
Pangeran Anuruddha bertanya, “Kenapa kamu menangis?”
Upali berkata dengan sedih, “Saya tidak akan dapat bermain dengan anda
semua lagi nantinya. Saya juga tidak akan dapat mencukur rambut anda semua.
Lebih-lebih kalau saya pulang, orang tua kalian tentu akan menyalahkan saya dan
mungkin akan memotong kepala saya.”
Begitu mendengar hal ini, para pangeran tidak tahu harus berbuat apa.
Sejenak kemudian, Upali melanjutkan, “kalian adalah para pangeran yang agung,
tetapi kalian berkeinginan untuk belajar Dhamma. Saya hanyalah budak yang
rendah, kenapa saya tidak berkeinginan untuk melatih Dhamma juga? Saya
memutuskan untuk mengikuti kalian dan para menjadi bhikkhu juga.”
Di tengah perjalanan, Upali menangis sedih lagi. Para pangeran bertanya
lagi kenapa ia menangis. Upali menjawab, “saya seorang tukang cukur yang tidak
disukai oleh semua yang melihat saya. Bagaimana saya dapat menjadi bhikkhu
bersama dengan kalian, para pengeran yang agung? Lebih lagi, saya tidak punya
ilmu. Buddha mungkin tidak mau menerima saya!”
Kesetaraan dalam ajaran Buddha
Pada saat itu, Sariputta lewat. Begitu mendengar percakapan mereka,
Sariputta menenangkan Upali, “Buddha mengajarkan kesetaraan. Beliau adalah
orang yang paling baik dan paling penuh welas asih. Pintu ajaran Buddha selalu
terbuka lebar untuk semua. Siapapun yang ingin masuk silahkan datang.” Dengan
dorongan dari Sariputta, Upali akhirnya berjalan dengan riang menuju Taman
Nigrodha bersama para pangeran untuk menemui Buddha.
Buddha setuju untuk menerima para pangeran menjadi bhikkhu, tetapi beliau
ingin para pangeran terlebih dahulu melakukan perenungan diri selama tujuh hari
di sebuah gubuk kecil, sehingga mereka dapat mengikis rasa bangganya sebagai
pangeran. Dilain pihak, Buddha langsung menerima upali. Buddha berkata kepada
Upali, “Engkau memiliki banyak sekali sifat yang baik. Pada saat ini engkau
tidak punya banyak ilmu, tetapi jika engkau mau belajar dengan rendah hati,
engkau akan menjadi orang yang berguna suatu hari”.
Tujuh hari setelah Upali menjadi bhikkhu, ketujuh pangeran termasuk
Anuruddha dan Ananda, ditahbiskan sebagai bhikkhu. Ketika mereka melihat Upali
mengenakan jubah, mereka terkejut sampai-sampai mereka tidak tahu bagaimana
cara menyapanya.
Buddha memberitahu para pangeran, “Kalian seharusnya memanggilnya “Senior”.
Dalam jenjang kebhikkhuan, siapapun yang terlebih dahulu ditahbiskannya adalah
yang lebih senior.”
Begitu mendengar hal ini, para pengeran memanggil dengan penuh hormat, “Apa
kabar Senior?”
Ketika Upali mendengar hal ini, ia menangis gembira. Ia sangat berterima
kasih pada kebaikan dan kasih sayang Buddha, yang membiarkan dirinya
ditahbiskan terlebih dahulu, sehingga ia tidak akan dipandang rendah oleh para
pangeran dan lainnya karena kastanya yang rendah. Karena para pangeranpun telah
memanggilnya “senior” dengan hormat, akankah yang lain akan memandang rendah
dirinya?
Disiplin dalam
menjalankan peraturan
Setelah Upali menjadi bhikkhu, ia sering berpikir bahwa bukanlah hal yang
mudah untuk menjadi bhikkhu, sehingga ia menjadi lebih rajin dari yang lain. Ia
memperhatikan setiap perilakunya dengan baik dan sangat disiplin dengan dirinya
sendiri dalam menjalankan peraturan kebhikkhuan yang ditetapkan oleh Sang
Buddha. Karena Upali sangat hati-hati dan serius, cara ia berprilaku dan
berbuat sesuatu selalu sesuai dengan peraturan murni yang dijalani oleh para
bhikkhu. Semenjak beliau ditahbiskan sampai meninggal dunia, ia tidak pernah
melanggar satupun peraturan, sehingga orang-orang memujinya sebagai “Yang
Unggul Dalam Menjaga Peraturan”. Selain menjalankan peraturan dengan ketat,
Upali juga akan segera berkonsultasi dengan Buddha ketiak ia punya pertanyaan
tentang peraturan.
Pada suatu waktu, seorang wanita pelaku kejahatan dari kerajaan
Kapilavatthu melarikan diri ke kerajaan tetangga, Savatthi. Raja Kapilavatthu
meminta wanita ini segera dikirim kembali ke Kapilavatthu untuk dijatuhi
hukuman sesuai dengan hukum. Tetapi wanita ini menjadi bhikkhuni di Savatthi.
Dengan perintah raja Pasenadi dari Savatthi, “Begitu pelaku kejahatan menjadi
bhikkhu atau bhikkhuni, perbuatan salah pada masa lalu tidak akan diusut lagi
dan tidak seorangpun diizinkan untuk menangkap bhikkhu atau bhikkhuni ini.”
Hal ini menyebabkan banyak perselisihan antara raja dari kedua negara ini.
Upali pergi bertanya kepada Buddha, “Dapatkah seseorang yang telah melanggar
hukum kerajaan ditahbiskan sebagai bhikkhu atau bhikkhuni?”
Buddha menjawab, “Seseorang tidak diizinkan untuk menjadi bhikkhu atau
bhikkhuni, sebelum ia dinyatakan tidak bersalah oleh hukum”. Hal ini tidak
berarti Buddha tidak mengasihani atau menolak menolong pelaku kejahatan, tetapi
lebih karena seorang pelaku kejahatan harus berurusan dengan hukum yang adil,
kalau tidan demikian, pelaku kejahatan akan mencoba melarikan diri dari hukuman
dengan menjadi bhikkhu atau bhikkhuni.
Sebagian orang terbiasa nakal dan bermain-main, sehingga mereka tidak
terbiasa dengan kedisiplinan Upali dalam menjalankan peraturan. Mereka
mengkritiknya sebagai orang yang keras kepala, terlalu kaku dan kurang rasa
kemanusiaannya.
Ketika Buddha mengetahui ini, Beliau memanggil semuanya untuk berkumpul dan
mengatakan, “Bhikkhu! Disiplin Upali terhadap peraturan-peraturan bukanlah
sesuatu yang keras kepala atau tidak luwes. Walaupun ia kelihatan terlalu
serius, cara ia membawa dirinya sendiri dalam berucap dan berbuat, sebenarnya
adalah suri tauladan bagi semua. Jika seorang bhikkhu ceroboh dalam ucapannya
dan tidak terkendali dalam perbuatannya, ia akan menyebabkan orang kehilangan
keyakinan terhadap Dhamma. Bhikkhu, selama saya masih di dunia ini, saya dapat
membetulkan kesalahan kalian, tetapi saya tidak dapat bersama kalian selamanya.
Peraturan-peraturan ini akan menjadi guru dan pembimbing kalian. Perbuatan dan
ucapan sehari-hari kalian harus sesuai dengan peraturan-peraturan ini.”
Berperan serta
dalam sidang Buddhis pertama
Setelah Buddha meninggal dunia, Kassapa mengundang lima ratus bhikkhu
senior yang telah mencapai pencerahan, untuk mulai menghimpun ajaran Buddha.
Ajaran Buddha dibagi dalam tiga kelompok yaitu: Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan
Abhidhamma Pitaka. Sutta Pitaka berisikan khotbah/ceramah yang disampaikan
Buddha selama empat puluh lima tahun mengajarkan Dharma. Vinaya Pitaka
berisikan peraturan-peraturan yang ditetapkan Sang Buddha untuk dijalankan.
Peraturan-peraturan ini seperti peraturan di sekolah. Ahidhamma Pitaka
berisikan penjelasan Dhamma oleh para siswa Buddha berdasarkan diskusi dan
pelurusan ke dalam.
Upali ditunjuk untuk berperan serta dalam menghimpun Vinaya Pitaka. Ia
tidak berani menerima udangan, berkata dengan rendah hati, “Saya tidak cukup
baik dalam perangai dan pengetahuan. Silahkan anda mengundang orang lain!”
Kassapa menjawab, “Yang mulia Upali, kepribadianmu sempurna dan tiada
banding. Dalam Sangha engkau unggul dalam menjaga peraturan”.
Upali tidak lagi menolak dan setuju untuk mengemban tugas ini. Untuk setiap
peraturan yang di luncarkannya, ia mampu menyebutkan dengan pasti waktu, tempat
dan orang yang Buddha ajarkan tentang peraturan itu. Jadi kita dapat melihat
bahwa Upali sangat serius dengan peraturan. Apa yang dipelajarinya sangat dalam
dan hebat.
Sumber bacaan:
Sepuluh siswa, Oleh: Lin Shi Min, ehipassiko Collection – Karaniya
0 komentar:
Posting Komentar