Oleh:
Maha Acarya Liansheng Huofo Lu Shen Yen
Nagarjuna adalah patriarch dari 9 aliran exoterik dan
esoterik. Beliau lahir 700 tahun sesudah Sang Buddha Parinirvana. Beliau adalah
murid dari Yang Arya Kapimala, dan Kapimala sendiri adalah murid dari
Asvaghosa. Sebagaimana kita ketahui Nagarjuna yang juga guru dari
Kanadeva/Devabodhisattva adalah orang yang datang ke “Istana Naga” untuk
mendapatkan “Maha Avatamsaka Sutra”, beliau pulalah orang yang pertama kali
membabarkan ajaran-ajaran esoteris (Tantra) di negeri India bagian selatan.
Saya sangat tertarik pada sebab-musabab dari latar belakang Nagarjuna sehingga
ia memilih jalan hidup sebagai seorang biarawan. Dalam biografi Nagarjuna
tertulis:
Kitab-kitab yang pernah dibaca oleh Nagarjuna sangatlah
banyak, ia hafal dan mengerti betul ajaran-ajaran dan ilmu yang diuraikan dalam
semua kitab-kitab itu. Bersama dengan 3 orang sahabatnya, Nagarjuna pernah
menuntu ilmu kepada seorang pertapa untuk mendalami ilmu sirap (ilmu
menghilangkan diri). Setelah berhasil menguasai ilmu sirap, mereka menyelinap
ke dalam istana, dan melakukan pencabulan serta berzinah dengan para dayang dan
selir raja.
Perbuatan mereka ini tercium oleh Sang Raja, maka atas
perintah raja semua pintu keluar masuk istana ditutup rapat-rapat, dan seluruh
pengawal istana mengibas-ibaskan pedangnya ke seluruh ruangan dalam istana.
Maka ketika orang sahabat Nagarjuna pun mati tersambar kibasan pedang para
pengawal istana itu, satu-satunya yang selamat adalah Nagarjuna sendiri. Ia
sangat cerdik, ketika para pengawal istana mengibas-ibaskan pedang mereka, ia
selalu mengikuti kemana arah sang raja bergerak, dan kepalanya tidak pernah
jauh dari samping kepala Sang Raja. Dengan cara demikianlah, akhirnya Nagarjuna
luput dari kematian. Dan sejak kejadian itu pula, Nagarjuna menjadi sadar bahwa
keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi (tanha) adalah sumber dari segala
macam malapetaka.”
“dengan kesadaran bahwa keinginan duniawi serta tanha
merupakan seumber dari segala macam malapetaka, sumber daripada penderitaan,
maka beliaupun menetapkan hati, membulatkan tekad menjadi seorang biarawan
dengan berdiam diri di sebuah pagoda di atas gunung. Setelah menerima
upasampada berturut-turut selama 90 hari, beliau mengurung diri di dalam pagoda
untuk mempelajari dan mendalami Tripitaka, yang akhirnya membawa beliau menjadi
seorang ahli Dharma.”
Kalimat-kalimat biografi tersebut diatas mengingatkan
saya pada sebuah pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh Manjusri bodhisattva
kepada Sang Buddha. “Seseorang yang pernah berbuat karma buruk di masa mudanya,
tetapi kemudian bertobat dan mendalami serta melatih diri dalam bimbingan
Dharma di masa tuanya. Akaha itu akan membawanya pada pencapaian keBuddhaan
dalam hidup ini?”
Jawaban yang diberikan oleh Sang Buddha adalah;
“lautan samsara tak berujung dan tak bertepi, berhenti
mengarunginya dan segera berbalik diri, maka di belakang sana pantai daratan
telah menunggu. Siapapun orangnya, asalkan ia telah bertekad meninggalkan
perbuatan-perbuatan jahat, berusaha memperbanyak perbuatan baik serta
menetapkan hati dan berjalan di atas jalan Dharma, maka tidak peduli tua maupun
muda, pria dan wanita, semuanya akan mencapai kebuddhaan.”
Hal penting yang ingin saya katakan disini adalah bahwa
sebetulnya pada masa-masa kehidupan yang lalu Yang Arya Nagarjuna telah
mencapai kebuddhaan dengan nama “Miao yun Isvara Raja Tatthagata. Kedatangan
beliau kembali ke dunia saha ini dapat disamakan seperti sebuah perjalanan
pariwisata, semua ini dapat dibuktikan dengan catatan-catatan yang nyata dan
rinci dalam Mahavyuha Samaya Sutra.”
Dua kalimat dibawah ini merupakan kata-kata mutiara yang
saya sukai; “Tanha adalah sumber penderitaan”, “Karena tanha merupakan akar
dari segala malapetaka.”
Mudah-mudahan kedua kalimat tersebut juga dapat diingat
dan dijadikan pedoman hidup bagi para umat.
0 komentar:
Posting Komentar