(Terkemuka dalam mata batin)
Sesaat sebelum parinibbhana (wafat), Sang Buddha menyampaikan kata-kata
terakhir beliau, “O, para bhikkhu,
dengarkanlah baik-baik nasihatku: segala sesuatu yang terdiri atas paduan
unsur-unsur akan hancur kembali. Karena itu berjuanglah dengan sungguh-sungguh..”
Pada saat itu Y.A.Ananda berkata kepada Y.A.Anuruddha, “Bhante, Sang
Bhagava telah parinibana!” tetapi Y.A.Anuruddha menjawab, “Belum Avuso Ananda.
Sang Bhagava belum Parinibbana. Beliau sekarang beliau berada dalam keadaan
“penghentian pencerapan dan perasaan”. Setelah memasuki keadaan yang telah
dijalani sesuai dengan urutan Jhana yang keempat itulah Sang Buddha segera
mengakhiri hidupnya dan mencapai Parinibbana.”
Ketika Sang Buddha mencapai Parinibbhana, Y.A.Anuruddha mengucapkan syair
berikut, “Dengan tiada pergerakan nafas, tetapi dengan keteguhan hati, bebas
dari keinginan dan tenang. Demikianlah Sang Pertapa mengakhiri kehidupannya.
Tak gentar menghadapi saat mautnya. Batinnya memperoleh kebebasan, bagaikan api
lampu yang padam.”
Y.A.Anuruddha terlahir sebagai saudara sepupu Sang Buddha, mempunyai
saudara kandung bernama Mahanama dan merupakan saudara satu ayah lain ibu dari
Ananda. Wajahnya tampan, alisnya lurus dan bentuk hidungnya bagus, ahli dalam
seni beladiri dan olahraga. Orangtuanya juga sangat sayang padanya dan juga
memberinya rumah untuk tiap musim sebagaimana yang diperoleh Pangeran
Siddharta. Di dalam rumah yang dibangun untuk Anuruddha terdapat banyak pelayan
yang selalu siap melayaninya.
Kedatangan Sang Buddha ke Kapilavastu membuat banyak orang tertarik dengan
ajaran Sang Buddha dan banyak diantara mereka yang meninggalkan hidup
keduniawian dan menjadi Bhikkhu. Dalam keluarga Anuruddha belum ada yang
menjadi Bhikkhu. Oleh karena itu Mahanama mengusulkan agar salah satu dari
mereka untuk menjadi Bhikkhu.
Anuruddha yang terbiasa hidup dalam kemewahan merasa sulit untuk hidup
sebagai Bhikkhu, namun Mahanama membujuknya sehingga Anuruddha pun meminta izin
kepada ibunya untuk menjadi Bhikkhu. Ibunya mengizinkan dengan syarat, sepupunya
Bhaddiya, raja Sakya yang menggantikan Raja Suddhodana yang telah mangkat, juga
menjadi bhikkhu. Anuruddha pun mengajak pula Ananda, Bhagu, Kimbila dan
Devadatta untuk menjadi bhikkhu.
Anuruddha yang terbiasa hidup nyaman dan dilayani banyak pelayan kini harus
mengenakan jubah kasar, berkeliling menerima dana makanan, tidur di alam
terbuka, dan menjalani aturan yang keras. Dengan tekadnya yang kuat ia dapat
terbiasa dengan kehidupan sebagai bhikkhu namun merasa amat lelah dalam
melaksanakan latihan-latihan itu.
Pada suatu saat, ketika Anuruddha sedang mendengarkan khotbah Sang Buddha,
ia merasa sangat mengantuk dan tertidur. Kemudian Sang Buddha menyebut namanya
dan menyapanya dengan beberapa perkataan. Setelah khotbah selesai, dengan rasa
malu Anuruddha menyampaikan rasa penyesalannya dan bertekad untuk tidak tidur
lagi. Sejak saat itu juga Anuruddha tidak pernah memejamkan mata walaupun
dimalam hari.
Dengan latihannya, Anuruddha memperoleh mata dewa, yaitu kemampuan untuk
melihat timbul lenyapnya makhluk-makhluk di alam semesta ini. Kemudian beliau
mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Namun latihan yang keras
menyebabkan ia tidak bisa melihat. Ketika diminta Sang Buddha agar beliau tidur
untuk memulihkan penglihatannya sesuai dengan anjuran dokter, beliau menajwab,
“Bhante, dengan bertekad untuk tidak tidur saya dapat mengatasi semua
penderitaan. Bagaimana saya dapat melepaskan tekad itu?”
Y.A.Anuruddha hadir pada saat Sang Buddha mencapai parinibhana dan berperan
pula dalam sidang agung Sangha. Beliau dengan para bhikkhu lainnya mendesak
Y.A.Ananda untuk melatih diri dengan sungguh-sungguh sehingga dapat mencapai
tingkat kesucian Arahat. Y.A.Anuruddha mencapai parinibbhana di Desa Veluva di
daerah Vajjian, dibawah rerimbunan pohon bambu.
0 komentar:
Posting Komentar