(Naga Raja Filsafat Pembabar Dharma)
Diantara sekian banyak sutra yang diterjemahkan oleh Kumarajiva, beberapa
diantaranya adalah karangan dari Nagarjuna, seorang ahli sastra dan filsafat,
pembabar Dharma, penulis sutra, pendiri sekte jalan tengah atau yang lebih
dikenal dengan Madhyamika. Nagarjuna merupakan tokoh penting dalam perkembangan
agama Buddha, setelah para murid langsung Hyang Buddha Parinibbana. Beliau
membawa pengaruh besar kepada Buddhisme di China dan Jepang sehingga berkembang
sangat pesat, memperkenalkan praktek Dharma dengan sederhana. Pada masa
Madhyamika inilah gerakan Mahayana timbul secara nyata. Merubah tujuan dari
Arahat menjadi Bodhisattva dan Samyak Sambuddha.
Nagarjuna merupakan seorang Brahmana yang lahir di India Selatan di kota
Vidarbha (yang berarti tanah pohon palem) pada tahun 150 M, sekitar 400 tahun
sesudah Hyang Buddha Mahaparinibbana. Brahmana tersebut sebelumnya tidak
memiliki putra. Suatu hari Brahmana tersebut bermimpi bahwa ia akan memiliki
putra bila ia memberi persembahan kepada 100 Brahmana lainnya. Akhirnya sepuluh
bulan kemudian putranya lahir.
Seorang peramal mengatakan bahwa bayi ini hanya akan bertahan hidup selama
7 hari, kecuali bila orangtuanya mau memberi persembahan kepada 100 orang
bhikkhu maka putra mereka akan hidup selama 7 tahun. Setelah anak itu berumur
hampir 7 tahun, orang tuanya yang tak tega melihat kematiannya membawa dia
pergi dari kota bersama beberapa pelayan. Selama perjalanannya, beliau melihat
Dewa Khasarpana (manifestasi dari Arya Avalokitesvara). Sejak kecil, Nagarjuna
terkenal pintar, bijaksana, dan memiliki ingatan yang tajam. Ketika beranjak
dewasa, ia mempelajari filsafat, sastra dan mantra-mantra.
Dalam perjalanannya, ia sampai ke sebuah vihara bernama Nalanda. Di vihara
itu ia membacakan puisi dengan indah dan terdengar oleh bhikshu Saraha. Salah
satu pelayannya menceritakan riwayat hidup anak kecil yang sangat menarik hati
Saraha tersebut. Saraha mengatakan bila ia berjanji untuk melepaskan kehidupan
duniawi dan rajin membaca mantra, maka ia akan berumur panjang. Anak kecil itu
setuju dan mulai melatih membaca mantra mandala Amitabha Buddha serta mantra
Dharani. Pada ulang tahunnya yang ke tujuh, ia masih tetap hidup.
Pada usia delapan tahun, ia mulai mempelajari teks-teks Budhisme dan
Dharma. Suatu hari kembali dan meminta ijin pada orang tuanya untuk menjadi
Sangha. Ia kemudian dikenal sebagai Bhiksu Srimanta. Bhikkhu Srimanta mendapat
kesempatan menjumpai seorang guru bernama Ratna Mati, beliau adalah manifestasi
dari Manjusri Bodhisattva.
Pada suatu waktu, bahaya kelaparan berkepanjangan di Magadha terjadi,
mengakibatkan populasi turun drastis. Kepala vihara, Bhiksu Bhadra Rahula
Sthavira menyuruh Bhiksu Srimanta untuk meminta ajaran kimia kepada seorang
Brahmana. Ia memberikan dua lembar daun dari kayu cendana. Yang satu harus
dipegang di tangan dan yang satu harus diletakkan di sepatu. Lalu pergilah ia
menemui Brahmana yang dimaksud untuk mendapatkan “Resep Mujarab” yang dapat
merubah besi menjadi emas.
Brahmana tersebut terkejut karena seseorang harus memiliki keahlian khusus
baru dapat ke tempatnya. Brahmana itu mengatakan, “Pengetahuan dibalas dengan
pengetahuan atau harus dibayar dengan emas”. “Baiklah”, jawab Bhiksu Srimanta,
“Kita harus saling bertukar pengetahuan.” brahmana yang tertarik segera memberikan
instruksi untuk kembali ke Magadha. Sesuai petunjuk Brahmana tersebut, beberapa
cairan kimia dituangkan ke besi dan berubah menjadi emas.
Setelah kejadian itu, Bhiksu Srimanta yang tadinya menjadi pelayan para
bhiksu menjadi pelayan ketua Vihara Nalanda. Dalam waktu singkat ia menemukan
banyak anggota Sangha yang memiliki moral yang buruk. Ia mengeluarkan 8000
bhiksu dan sramanera. Pada masa itu terdapat seorang bhiksu yang bernama
Samkara yang mengajarkan ajaran yang salah. Ia mengeluarkan sebuah kitab yang
disebut sumber pengetahuan. Kitab tersebut berisi 12.000 ayat yang menyudutkan
doktrin Mahayana. Dengan kepandaian dan logika, Bhiksu Srimanta melawan semua
ayat itu. Ia juga menunjukkan kitab-kitab lain yang tidak sesuai dengan ajaran
Mahayana. Srimanta juga bertemu dengan 500 mahasiswa nonbuddhis di
Jatasamghata, mengadakan debat dengan mereka dan tidam mematahkan semua uraian
yang salah pengertian tentang Mahayana.
Berikutnya, Bhiksu Srimanta rajin mempelajari Tripitaka ketika suatu hari
datanglah dua anak muda penjelmaan dari putra naga Taksala. Kedua putra naga
itu mengundang Srimanta ke istana mereka untuk mengambil kitab yang telah
disimpan Hyang Buddha selama 500 tahun di dasar laut. Berisi ceramah-ceramah
Hyang Buddha baik yang tersurat maupun yang tersirat, untuk manusia yang telah
banyak berbuat akusala karma. “karena saya sudah disini, mohon serahkan sutra
Mahaprajnaparamita Sutra yang terdiri d dari 10.000 ayat. Saya akan segera
kembali ke dunia”. Kata Srimanta. Namun raja naga hanya memberikan 8000 ayat.
Setelah itu, ia menyebarkan ajaran Mahayana lebih giat lagi. Sampai suatu
hari ketika ia memberikan khotbah Dharma di sebuah taman vihara dibawah pohon
arjuna, enam ekor naga membentuk badan mereka menjadi sebuah payung yang
melindunginya dari terik matahari. Orang-orang yang melihat mengira beliau
adalah raja naga, memanggilnya “Nagarjuna”. Nagarjuna membangun banyak vihara
dan sekitar 180 stupa untuk menempatkan relik Hyang Buddha di Magadha,
Sravasta, Saketa, Campaka, Varanasi, Rajagraha dan Vaisali.
Dalam mengajarkan Mahaprajnaparamita Sutra, ia menyadari tidak semua orang
mampu menangkap makna yang sesungguhnya. Oleh karena itu ia mendirikan ajaran
Jalan Tengah yang menonjolkan tentang kesunyataan (kekosongan). Ia mengarang 6
sifat kebijakan berdasarkan logika yang diambil dari sabda-sabda Hyang Buddha.
Setelah masa itu, Nagarjuna berdiam
di gunung Urisa yang ada di utra. Ia ditemani oleh 1000 orang muridnya hingga
beberapa orang muridnya mencapai tingkat siddhi Mahamudra. Setelah itu ia
berjalan ke utara, ke Kurava. Sebelum sampai Nagarjuna tiba di kota Salamana.
Dimana ia bertemu seorang anak yang bernama Jetaka. Dari garis tangannya
Nagarjuna tahu suatu hari anak muda ini akan menjadi raja. Begitulah yang
terjadi, setelah bertahun-tahun mengajarkan Dharma di Kurava, suatu hari anak
muda yang dulu ditemuinya kini telah menjadi raja. Raja muda itu memberi banyak
permata sebagai tanda penghormatan kepada Nagarjuna. Untuk membalas kebaikan
raja, Nagarjuna memberinya permata paling berharga yaitu: Dharma. Nagarjuna
memberikan Trisarana dan memberi beliau nama Buddhis yaitu Ratnavali.
Setelah meras tugasnya di utara selesai, Nagarjuna berjalan ke arah
sebaliknya di selatan. Di selatan inilah Nagarjuna menyelesaikan sutra
Dharmadhatu Stava. Beliau juga dengan tekad yang tinggi, memutar roda Dharma di
selatan. Hingga saat itu, Nagarjuna telah memiliki banyak karya Dharma yang
terbagi atas 3 kategori, yaitu:
- koleksi Dharma desana dan karangan seperti : Ratnavali, Surlekha, Prajna Sataka, Prajna Danda, dan Janaposana Bindu.
- koleksi sutra penghormatan keagungan seperti: Dharmadhatu Stava, Lokatita Stava, Acintya Stava dan Paramatha Stava
- koleksi karangan pemahaman dan pemikiran logika seperti: Mulamadhyamika Karika, dan lainnya.
Nagarjuna banyak menulis ulasan risalah tentang sutra dan mantra,
menjelaskan, mendeskripsikan, membabarkan banyak ajaran Hyang Buddha, layaknya
seorang Manusi Buddha turun kembali ke bumi.
Nagarjuna juga dikenal sebagai guru Dharma yang mencetuskan 3 proklamasi
Dharma. Yang pertama adalah ketika beliau dengan berani menegakkan vinaya yang
sebenarnya bagi para Sangha di Vihara Nalanda sekaligus meniadakan dan
membetulkan aturan vinaya yang salah. Sebuah catatan menyebutkan Nagarjuna
laksana Hyang Tatthagata ketika pertama kali memutar roda Dharma yang pertama
kali. Kedua ketika beliau memberikan penjelasan yang terperinci mengenai konsep
jalan tengah, baik secara lisan dalam pembabaran Dharmadesana, maupun dalam
tulisan melalui karya-karya risalahnya. Ketiga ketika ia berada di selatan
mendedikasikan diri membuat ulasan serta sutra penghormatan keagungan.
Rupanya kemashyuran Nagarjuna membuat Mara dan para setan menjadi iri.
Adalah seorang anak bernama Kumara Saktiman, putra dari raja Udayibhadra. Suatu
hari ibunya membawakannya pakaian kebesaran ayahnya. Kumara mengatakan,
“Singkirkan baju itu bu, saya akan memakaikannya ketika saya telah menjadi
raja.” Lalu ibunya berkata, “Kamu tidak akan pernah menjadi raja nak, karena
ayahmu pernah bertemu Nagarjuna!” lalu ibunya melanjutkan “Nagarjuna telah
menjampi-jampi ayahmu, bahwa ayahmu tidak akan pernah meninggal sebelum beliau
meninggal.” Kumara menangis sedih, tetapi ibunya malah menghardiknya. “jangan
menangis cengeng begitu! Nagarjuna adalah seorang Bodhisattva, kau tinggal
datang kepadanya dan meminta kepalanya, dia pasti tidak akan marah atau
menyerangmu. Dengan begitu, ayahmu juga akan meninggal dan seluruh kerajaan ini
akan menjadi milikmu dan boleh kau perintah sesukamu.”
Anak itu mengikuti perintah ibunya untuk menemui Nagarjuna, dan memang
beliau langsung menyanggupi, sama sekali tidak marah apalagi menyerang. Tetapi
betapa tajampun pedang yang digunakan Kumara, pedangnya tidak dapat memenggal
kepala nagarjuna. Nagarjuna berkata, “dikehidupan sebelumnya, ketika saya
sedang memangkas rumput, tanpa sengaja saya telah membunuh seekor serangga.
Kecelakaan itu terus teringat oleh saya, dan sama seperti waktu itu, kamu akan
mendapatkan kepala saya kalau kamu memotongnya dengan sabit pemotong rumput.”
Anak itu langsung mengambil sabit lalu memenggal kepala Nagarjuna. Darah
menetes dan terus mengalir dari lehernya bagai susu yang dituang. Ketika kepala
Nagarjuna telah terpisah dari tubuhnya, kepala itu berkata, “Pada saat ini saya
telah merasuki surga Sukhavati. Di masa depan, saya akan kembali dengan wujud
ini lagi.”
Pangeran yang takut kepala itu akan menyatu lagi dengan badannya, langsung
membungkus kepala itu dan membawanya pergi. Peristiwa itu terjadi tahun 250,
ketika beliau telah berusia 100 tahun. Legenda mengatakan Nagarjuna yang
menguasai ilmu rasayana, baik kepala dan badannya akan selalu bersatu.
Perlahan-lahan, semakin tahun semakin mendekati hingga sekali lagi menjadi
satu. Banyak yang mempercayai hal itu karena Nagarjuna selalu mengembangkan
cinta kasih dan selalu menyayangi segala bentuk kehidupan. Walaupun tidak ada
yang tahu pasti apakah Nagarjuna memang hidup selama 600 tahun.
Hal tersebut diperkuat dengan sebuah syair pada sutra Manjusrimulakalpa
yang mengatakan bahwa Nagarjuna hidup selama 600 tahun. Syair itu berbunyi.
“Setelah saya, Tathagata, Mahaparinibbana dan melewati 400 tahun lamanya,
seorang bhiksu “Hyang Naga” akan hidup, dengan keteguhan tekad dan kepiawaian
membabarkan Dharma yang dimilikinya, akan membawa kebahagiaan dan masa
keemasan, dan akan tetapi hidup selama 600 tahun.”
Dalam salah satu catatan biografi Tibet mengenai seorang raja bernama
Gautamaputra disebutkan bahwa ketika ia telah naik tahta, ia membutuhkan
seorang penasihat spiritual. Dalam kebimbangan kriteria pemilihan, entah
bagaimana dikatakan bahwa ia bertemu dengan seorang yang meminta nasihat. Orang
tersebut menyebutkan kriteria penasihat spiritual adalah orang selalu bertindak
bijaksana serta dalam keadaan bahaya sekalipun selalu menjunjung tinggi nilai
cinta kasih. Dan orang itu menyebutkan contoh seperti dirinya yang menyetujui
kepalanya dipenggal dengan sabit pemotong rumput. Hal itu dikarenakan adalah
buah karma masa lampaunya yang telah tanpa sengaja memotong makhluk hidup
dengan sabit.
Agama Buddha Vajrayana mengakui Nagarjuna sebagai “Buddha Kedua”. Nagarjuna
menyebutkan kerancuan Budhisme Selatana dan Utara yang terjadi pada waktu itu
dengan pikiran, pemahaman logika, dan berdasarkan panduan sutra yang ada. Ia
memberikan pemahaman melalui jalan tengah dan konsep kesunyataan dan bahwa
semua adalah Dharma.
Biografi asli Nagarjuna, pertama kali diterjemahkan dalam dua versi, bahasa
Mandarin dan Tibet. Di dalamnya terdapat banyak pengalaman Nagarjuna yang
mengetengahkan kesaktian dan kemampuannya, yang sebagian proporsinya berbau
mistik. Bagaimanapun, penggabungan catatan sejarah, cerita legenda yang
beredar, penggabungan tulisan-tulisan beliau maupun sutra dan catatan lainnya,
tekad beliau dalam memutar roda Dharma, tak dapat disangkal lagi, dalam
kehidupannya, beliau adalah seorang Dharma Duta dan Bhiksu Buddhis yang luar
biasa.
0 komentar:
Posting Komentar