Dalam ajaran-ajaran Buddhisme ada tiga Bodhisattva Utama yang disebut San
Ta She. Ketiga Bodhisattva tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Samantabhadra
Bodhisattva (Phu Sien Pu Sa) berada disebelah kiri dengan menunggang seekor
gajah putih yang melambangkan virya (Semangat) dan kebahagiaan.
2.
Avalokitesvara
Bodhisattva (Kuan Yin Phu Sa) berada di tengah yang melambangkan Maitri Karuna
(welas asih dan kasih sayang).
3.
Manjushri
Bodhisattva (Wen Shu Phu Sa)berada disebelah kanan yang menunggang seekor singa
yang melambangkan kebijaksanaan.
Phu Sien Phu Sa (Po Hien-Po Sat) atau fu Gen (Jepang) dalam bahasa
sansekerta adalah Samantabhadra Bodhisattva yang berarti kebijaksanaan yang
universal. Bodhisattva ini merupakan perwujudan dari cinta, aktivitas yang
suci, kebajikan, ketekunan dan kesadaran. Di dalam kasanah kedewaan Tionghoa,
Pu Sien Phu Sa ditampilkan dalam tiga serangkaian bersama Kuan Yin Phu Sa dan
Wen Shu Phu Sa, tetapi sering juga dalam kelenteng-kelenteng Tiongkok dan
Jepang tampil bersama Sakyamuni Buddha dan Wen Shu Phu Sa. Phu Sien Phu Sa
biasanya di tampilkan duduk diatas seekor gajah putih membawa setangkai bunga
teratai atau gulungan kitab suci.
Gajah itu umumnya dalam keadaan berdiri atau jongkok, kadang-kadang
berkepala tiga atau satu, dengan enam batang gading. Phu Sien Phu Sa terkenal,
karena persembahannya yang tidak terbatas kepada para Buddha dan sepuluh sumpah
agungnya yang ditujukan kepada orang-orang sengsara yaitu:
a.
Untuk memuja
para buddha
b.
Untuk memuja
tatthagata
c.
Untuk
menghaturkan sembah kepada para buddha
d.
Untuk mengakui
dosa-dosa pada masa kehidupan yang lampau dan berbuat kebajikan.
e.
Untukbergembira
dalam kebajikan dan kebaikan orang lain.
f.
Untuk
bergembira dalam kebajikan dan mengkhotbahkan ajarannya
g.
Untuk memohon
kepada buddha untuk tetap tinggal di dunia
h.
Untuk
mempelajari dharma dan mengajarkan kembali
i.
Untuk membantu
sesama makhluk yang sengsara
j.
Untuk
menyalurkan hal-hal yang baik kepada pihak lain.
Tempat suci Pu Sien Pu Sa adalah di gunung E Mei Shan di propinsi Si Chuan
di sebelah barat, yang merupakan salah satu dari empat gunung suci agama Buddha
di Tiongkok. Di Jepang ia sering kali dipuja oleh para pengikutnya untuk
memperoleh kemakmuran dan panjang umur, bahkan sebagian pihak menganggap ia
sebagai pelindung pengobatan. Di dalam sutra “phu sien phu sa ia dipuji Buddha
dan dikatakan bahwa ia lahir di tanah suci sebelah timur.
Di dalam sutra itu, Buddha menggambarkan “Phu Sien Phu Sa” memiliki tubuh
yang besar tidak terbatas, karena ingin turun ke dunia untuk membantu
orang-orang yang sengsara, ia mengubah dirinya menjadi manusia biasa. Ia muncul
dengan menunggang gajah putih, dibawah telapak gajah putih bunga-bunga teratai
bermekar dan berwarna putih, gajah ini berwarna yang paling cemerlang diantara
segala warna putih, sampai kristal dan puncak Himalaya pun tidak bisa
menandinginya.
“Sutra Bunga Teratai” Phu Sien Phu Sa ini menarik orang terutama dikalangan
wanita, sebab mereka akan dijanjikan akan mendapatkan juga mencapai tingkat
Buddha. Phu Sien Phu Sa di puja tidak pada setiap kelenteng bercorak Buddhis
tetapi biasanya di kelenteng-kelenteng yang memuja Kuan Yin dapat dijumpai
arcanya. Hari shejitnya ialah pada tanggal 21 bulan 2 Imlek.
BODHISATTVA
SAMANTABHADRA
Nama Bodhisattva Samantabhadra adalah perkataan bahasa sansekerta yang
berarti “Pribadi maha agung yang layak memperoleh penghormatan secara
universal” atau “Pribadi maha agung yang diharap-harapkan limpahan berkah dan
kesuksesan bagi semua makhluk”. Beliau adalah tokoh orang sucinya umat Buddha
Mahayana, yang bermanifestasi secara universal, di semua tanah Buddha, dan yang
telah melaksanakan sumpah maha sucinya, dengan kesuksesan yang besar. Di dunia
saha beliau bekerja sama dengan Bodhisattva Manjushri, sebagai pembantu utama
Sang Buddha Sakyamuni.
Seperti yang tertulis dalam teks kitab suci agama Buddha, Bodhisattva
Manjushri diceritakan mengendarai seekor singa, dan mendampingi Hyang Buddha
Sakyamuni di sebelah kirinya; sedang di sebelah kanannya, adalah Bodhisattva
Samantabhadra, yang diceritakan mengendarai seekor gajah putih. Bodhisattva
Manjushri melambangkan intelegensi, kebijaksanaan dan lulusnya seseorang dalam
menempuh ujian kehidupan dan memperoleh ijazah spiritual pada tingkatan
tertentu. Sedangkan Bodhisattva Samanthabadra mewakili doktrin atau ajaran
agama. Di dalam kegiatan pembinaan diri, Bodhisattva Manjushri menggaris bawahi
Prajna; sedangkan Bodhisattva Samantabhadra, menggaris bawahi samadhi,
kebajikan dan prakteknya dari kedua tokoh Bodhisattva ini, melambangkan
kesempurnaan dalam prinsip Buddha Mahayana tingkatan paling tinggi.
Bodhisattva Samantabhadra telah mempraktekkan jalan keBodhisattvaan di
masa-masa yang lampau, di dalam banyak kalpa-kalpa itu, mencari semua
kebajikan, untuk membebaskan penderitaan-penderitaan bagi makhluk-makhluk
hidup. Bodhisattva Samantabhadra itu dianggap sebagai suatu model bagi umat
Buddha Mahayana dalam belajar, meniru, melaksanakan, dan membina diri melalui
jalan kebodhisattvaan.
Dalam kitab suci agama Buddha yang dinamai “Sutra Avatamsaka” di tulis
bahwa beliau telah menasehati, dan mengajak orang-orang untuk membina diri,
mengembangkan sepuluh tipe, atau jenis-jenis tingkah laku dan sumpah suci,
yaitu:
1.
Untuk memuja
dan menghormati semua Buddha
2.
Untuk memuja
Sang Tatthagata
3.
Untuk
mempelajari dan meningkatkan persembahan suci
4.
Untuk belajar
menyesali atas perbuatan-perbuatan buruknya dan lalu memperbaikinya
5.
Untuk
menghayati kegembiraan di dalam (melakukan) penimbunan jasa-jasa kebajikan.
6.
Untuk mengajak
orang lain mau ikut memutar roda Dharma
7.
Untuk memohon
kepada Sang Buddha agar berkenan lahir ke dunia
8.
Untuk
mempelajari Dharma
9.
Untuk hidup
secara serasi, bertoleransi, saling tenggang rasa dengan orang-orang lain
10. Untuk
mentransfer, memberikan semua jasa-jasa kebaikan dan kebajikan-kebajikan yang
dipunyai, bagi kemanfaatan orang-orang lain, atau makhluk-makhluk lain.
Dengan didasari 10 sumpah suci terebut, Bodhisattva Samanthabadhra
menasehati dan mengajak makhluk-makhluk hidup, untuk mencapai jasa-jasa
kebajikan, seperti yang telah dimiliki oleh seorang Tatthagata. Gunung suci E
Mei yang terdapat di propinsi Si Chuan itu secara tradisional, dikenal dan
termasyur, sebagai Bodhimandanya Sang Bodhisattva Samantabhadra dan menjadi
pusat pemujaan terhadap Sang Bodhisattva tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar