Pages

Rabu, 19 Maret 2014

Makalah Tsunami Dan Gempa Bumi Dalam Pandangan Agama Buddha

Makalah Tsunami Dan Gempa Bumi Dalam Pandangan Agama Buddha
Oleh: Putradi
Npm: 11110139

BAB II
Pembahasan

A.    Pengertian Bencana
Tsunami dan gempa Bumi. Bencana alam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalahbencana yang disebabkan oleh alam (seperti gempa bumi, angin besar, danbanjir).Tidak di angkasa atau di dalam laut, juga tidak di dalam gua atau diatas gunung, tidak ada tempat di dunia ini yang dapat dipakai sebagaitempat bersembunyi dimana seseorang dapat terbebas dari buahperbuatan jahatnya (akibat hukum karma). (Dh,127)

Tsunami adalah meningkatnya gelombang air laut dengan hebat akibat gempa didasar laut. Tsunami adalah istilah Jepang yang berarti ombak besar di pelabuhan. Ombak itu datang setelah terjadi gempa bumi dalam laut, tanah runtuh atau aktivitas gunung berapi.Gempa bumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat pergeseran kulit bumi atau letusan gunung berapi. Tidak semua gempa di dasar laut dapatmenimbulkan Tsunami.
B.     Pandangan agama buddha terhadap tsunami dan gempa bumi.
Teori Alfred wagner mengatakan bahwa permukaan bumi terdiri dari lempeng-lempeng yang mengapung dia atas cairan magma. Lebih lanjut dikatakan behwa ada tujuh  lempeng yang membentuk permukaan bumi yaitu: Pasifik, Amerika utara, Amerika selatan, Aurasia, Afrika, Indo-Australia, dan Antartika. Lempeng – lempeng tersebut kadang-kadang saling bertabrakan, dan pda zona tabrakan tersebut ada lempeng yang menerobos masuk ke lempeng satunya, sedangkan yang satunya lagi terangkat naik. Bagian yang terangkat naik tersebut dapat menjadi pegunungan – pegunungan tinggi. Jika dahulu merupaka laut, maka sekarang dapat menjadi daratan.
Sebagai contoh adalah pegunungan Himalaya yang juga terdesak naik ke atas karena tabrakan kedua lempeng tersebut. Di dalam sutta pitaka juga di jelaska sebap-sebap gempa bumi dan gempa bumi yang dapat merusak alam ini di karenakan ”Bumi ini terletak di atas air, air di atas angin, angin di atas ruang. Dan ketika angin kencangn berhembus, hal ini akan mengaduk air, dan karena air teraduk, bumi bergetar” (D.16)
Buddhisme mengajarkan mengenai penyebab, bahwa seluruh alam semesta merupakan jaringan sebab akibat yang saling berhubungan. Ada dua jenis dari penyebab-penyebab alami dan penyebab moral. Penyebab alami tidak ada kaitannya dengan prilaku baik atau buruk manusia, ia hanya merupakan beragam kekuatan di alam semesta yang bekerja satu sama yanglain. Hujan badai ataupun tanaman yang masak, merupakan contoh daripenyebab alami. Penyebab alami tentu saja dapat mempengaruhi kita –terjebak dalam hujan badai dapat membuat kita pilek. Tetapi menderita karena pilek tidak ada hubungannya dengan perbuatan baik maupun tidak baik pada masa lampau ini merupakan efek alami dari sebuah sebab alami.
Menurut ajaran Buddha, yang mengatur semua fenomena di seluruh alam semesta ini ada lima hukum, yaitu:
Utu Niyama : Hukum fisika, mencakup semua fenomena anorganik.
Bija Niyama : Hukum biologis, mencakup semua fenomena organik.
Kamma Niyama : Hukum sebab-akibat, ciri semua fenomena tindakan yang dilakukan yaitu perbuatan yang baik akan berakibat baik dan perbuatan yang buruk akan mendatangkan akibat yang buruk
Citta Niyama : Hukum psikologis, mencakup semua proses kerja pikiran.
Dhamma Niyama : Hukum kebenaran, ciri semua fenomena yang terjadi yaitu bahwa semua fenomena saling keterkaitan dan termasuk semua proses yang bukan merupakan cakupan empat hukum tersebut.
Tsunami merupakan sebuah contoh dari peristiwa yang disebabkan oleh penyebab alami. Lempengan-lempengan tektonik pada permukaan bumi bergerak disebabkan karena gempa bumi, energi yang dilepaskan menciptakan gelombang yang sangat besar dimana, ketika mengenai pantai menyebabkan kerusakan. Orang-orang yang berada di daerah dimana tertimpa Tsunami baru-baru ini mengalami dua jenis penderitaan penderitaan yang disebabkan oleh penyebab alam dan penderitaan yang disebabkan oleh penyebab moral, yaitu Kamma. Saat terjadi banjir besar seseorang mungkin terhantam oleh pohon yang jatuh, tergores oleh serpihan logam atau terhempas ke dinding. Ini merupakan contoh efek yang menyakitkan dari penyebab alami dan tidak ada hubungannya dengan perbuatan baik atau buruk pada masa lampau.
Beberapa umat Buddha yang kurang akan informasi mungkin akan berkata bahwa kematian dan kecelakaan yang disebabkan oleh tsunami merupakan hasil dari Kamma buruk yang lampau. Perlu ditekankan di sini bahwa pernyataan tersebut bertolak belakang dengan apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Dalam Devadaha Sutta (Majjhima Nikaya II.214, dan Anguttara Nikaya I.173) Sang Buddha mengatakan bahwa kepercayaan yang mengatakan bahwa setiap pengalaman yang kita alami sekarang merupakan hasil dari Kamma kehidupan masa lampau (sabbam tam pubbe katahetu) adalah salah dan merupakan pandangan keliru (miccha ditthi). Dalam Sivaka Sutta (Samyutta Nikaya IV. 228) Beliau mengatakan bahwa penderitaan yang kadangkala kita alami dapat merupakan akibat dari Kamma tetapi juga bisa karena penyakit, cuaca, kelalaian ataupun sebab-sebab eksternal (opakkamikani). Tsunami merupakan contoh yang baik dari penyebab ketiga dan yang terakhir. Semua Kamma, baik Kamma baik maupun buruk, pastilah memiliki dampak, tetapi tidak semua dampak berhubungan dengan Kamma.
Menurut Buddhisme sakit fisik yang dialami oleh para korban tsunami disebabkan oleh beragam penyebab alami. Bagaimana mereka bereaksi terhadap penyebab alami ini merupakan kamma mereka, hasil dari reaksi positif maupun negatif mereka pada masa depan (besok), bulan depan, tahun depan, mungkin kehidupan mendatang), akan menjadi vipaka mereka. Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan akan pengetahuan dan kekuatan kita hanya bisa mengurangi pengaruh dari beragam penyebab alami. Bagaimanapun kita juga memiliki kemampuan untuk membentuk dan mengontrol reaksi-reaksi kita terhadap berbagai situasi. Jika kita tidak membuat upaya dalam mengembangkan pikiran kita di jalan yang positif mungkin kita di masa depan menemukan diri kita kewalahan oleh keadaan yang tidak diharapkan. Jika kita membuat upaya dalam mengembangkan pikiran kita, terutama melalui meditasi, kita dapat lebih siap untuk memikul bahkan memenangkan kemalangan di masa depan.

BAB III
Penutup
A.    Simpulan
Gempa bumi yang terjadi dan kemudian disusul oleh Tsunami adalah bencana alam yang telah diatur dalam hukum utu niyama bukan disebapkan dari ulah manusia atau karena karma dari manusia tersebut, melainkan telah diatur oleh hukum alam utu niyama dan dikarenakan ”Bumi ini terletak di atas air, air di atas angin, angin di atas ruang. Dan ketika angin kencang berhembus, hal ini akan mengaduk air, dan karena air teraduk, bumi bergetar” (D.16) Teori Alfred wagner juga mengatakan bahwa permukaan bumi terdiri dari lempeng-lempeng yang mengapung dia atas cairan magma. Lebih lanjut dikatakan behwa ada tujuh lempeng yang membentuk permukaan bumi yaitu: Pasifik, Amerika utara, Amerika selatan, Aurasia, Afrika, Indo-Australia, dan Antartika. Lempeng–lempeng tersebut kadang-kadang saling bertabrakan, dan pada zona tabrakan tersebut ada lempeng yang menerobos masuk ke lempeng satunya, sedangkan yang satunya lagi terangkat naik. Bagian yang terangkat naik tersebut dapat menjadi pegunungan–pegunungan tinggi. Jika dahulumerupaka laut, maka sekarang dapat menjadi  daratan. Gempa yang terjadi yang berpusat di dalam laut akan mengakibatkan sunami, tapi tidak semua gempa mengakibatkan Tsunami.
B.     Saran
Setelah membahas mengenai Tsunami dan gempa bumi ini, adapun saran yang akan disampaikan kepada pembaca agar para pembaca memiliki pemahaman terhadap bencana tsunami dan gempa bumi dipandang dari segi agama Buddha.



Daftar Refernsi
Tim penerjemah kitab suci Agama Buddha, 2001. sutta pitaka Digha Nikaya . Jakarta: Departemen Agama Buddha Republik Indonesia, direktorat  jenderal Bimas Hindu dan Buddha.
Dipl.Ing, Ivan Taniputera. 2003. Sains Modern dan Buddhisme. Yayasan penerbit
karaniya.
http://209.85.141.104/search?q=cache : qXs3ZCy0YqQJ:www.indo f orum.org/arch i ve/ i ndex.php / t-
www.kogami.multiply.com

0 komentar: