Pages

Senin, 16 September 2013

Tinjauan Kiamat Menurut Agama Buddha Dalam Anggutara Nikaya

Tinjauan Kiamat Menurut Agama Buddha Dalam Anggutara Nikaya
Oleh : Putradi

A.    Arti kiamat Menurut Kamus besar Indonesia
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Kiamat adalah:
1. n hari kebangkitan sesudah mati (orang yg telah meninggal dihidupkan kembali untuk di adili perbuatannya), 2. n hari akhir zaman (dunia seisinya rusak binasa dan lenyap): sampai ia tidak akan dapat mengerjakannya, 3. v berakhir; tidak akan muncul lagi: kekalahan yg beruntun, baik dl perebutan Piala Thomas maupun dl Asian Games baru-baru ini,
membuat dunia bulu tangkis Indonesia spt akan, . v ki celaka sekali; bencana besar; rusak binasa: rumah tanggamu akan - kalau kauceraikan istrimu;
- kubran kiamat besar ketika dunia fana ini hancur; sugra kiamat kecil, yaitu kematian bagi tiap-tiap orang sejak dahulu kala hingga kiamat kuburan.

B.     Kiamat Menurut Agama Buddha
Vivatta = mengelar (terbentuk)
Samvatta artinya mengulung kembali (hancur)
Di dalam Buddha-Dhamma dikenal adanya dua siklus dunia tempat kita hidup :
1.      Siklus naik , dan
2.      Siklus turun
Satu siklus kelahiran kembali dunia ( Mahakappa : Satu Kappa Besar ) dibagi menjadi empat ( 4 ) fase :
1.      Fase Kekosongan,
2.      Fase “ Penciptaan,
3.      Fase statis / kediaman
4.      Fase Kerusakan ( Kiamat

Masing-masing fase tersebut disebut “Kappa-Menengah”. Kappa-menengah terdiri dari dua-puluh ( 20 ) kappa-kecil. Kappa-kecil pertama disebut kappa-turun, dan kappa-kecil terakhir ( yang ke-20 ) disebut kappa naik. Delapan-belas ( 18 ) kappa-kecil di antara kappa-turun dan kappa-naik merupakan siklus yang terdiri atas paruh-pertama naik dan paruh-kedua turun.  Diperlukan waktu dua-puluh ( 20 ) kappa-kecil untuk fase kekosongan, dan 20 kappa kecil untuk fase “penciptaan” alam-semesta tempat kita hidup ini.

Waktu permulaan zaman dari fase kediaman, awal kemunculan manusia di bumi, jangka kehidupan mereka rata-rata adalah “tak-terhingga”,, lalu turun secara perlahan-lahan ( dimana sekarang ini rata-rata umur manusia adalah 70 tahun ) hingga suatu saat akan mencapai umur rata-rata hanya sepuluh ( 10 ) tahun, dan saat tercapainya ini adalah disebut dengan “utkarsa” : fase-turun, maka itu kappa-pertama disebut kappa-turun.
Setelah itu diikuti dengan delapan-belas ( 18 ) kappa-kecil dimana jangka kehidupan rata-rata manusia perlahan-lahan naik ke delapan-puluh-ribu ( 80.000 ) tahun , dan fase ini disebut “apakarsa” : fase-naik. Lalu setelah apakarsa kemudian rata-rata kehidupan manusia akan turun lagi menjadi selama sepuluh (10) tahun ( kembali ke “utkarsa” ; fase-turun ). Maka dari itu delapan-belas ( 18 ) kappa kecil itu disebut kappa naik-turun.

Setelah jangka kehidupan rata-rata manusia mencapai sepuluh (10) tahun di akhir kappa kecil ke-19, jangka kehidupan manusia rata-rata naik kembali secara perlahan-lahan menjadi delapan-puluh-ribu ( 80.000 ) tahun , yaitu kembali pada “apakarsa” ; fase-naik. Dalam beberapa teks Buddhis, kata “perlahan-lahan” artinya jangka kehidupan rata-rata manusia naik/turun 1 tahun setiap kurun waktu seratus ( 100 ) tahun, tergantung apakah zaman itu dalam fase naik atau fase turun.

Pada saat terjadi apakarsa ( fase-naik ), maka tidak akan ada kemunculan seorang Buddha, karena manusia hidup lebih lama di dunia yang relatif makmur sehingga mereka telah puas dan tak berminat mendengarkan ajaran Buddha
Buddha hanya akan muncul pada fase turun, tapi tidak muncul saat jangka kehidupan manusia telah jatuh dibawah titik jangka kehidupan kritis, saat sikap dan mental manusia sangat inferior sehingga tidak bisa menerima ajaran Buddha. Jangka kehidupan kritis ditafsirkan beraneka ragam, ada yang menafsirkannya sebagai seratus ( 100 ) tahun, delapan-puluh ( 80 ) tahun, bahkan tiga-puluh ( 30 ) tahun. Zaman dibawah jangka kehidupan kritis disebut zaman kegelapan, yang dalam agama lain disebut “Akhir-Zaman”.

Tanda-Tanda Akhir Zaman
Tanda-tanda “Akhir-Zaman” menurut Buddha-Dhamma adalah saat timbulnya lima (5) macam kemerosotan (kasaya) :
1.      Kemerosotan pandangan ( ditthi-sakaya ) : aneka ragam gagasan dan pandangan terbalik muncul di seluruh pelosok dunia dan menjadi dominan di dalam benak manusia.
2.      Kemerosotan hawa-nafsu ( kilesa-kasaya ) : manusia hanya mengejar kesenangan dengan menghalalkan segala cara. Segala jenis kejahatan merajalela dan perbuatan tercela ( dengan menggunakan standar hidup kita sekarang ) dianggapnya sebagai norma-norma. Orang-orang yang melakukan kejahatan bahkan disanjung sebagai pahlawan dan dihormati di masyarakat.
3.      Kemerosotan kondisi manusia ( sattva-kasaya ) : mayoritas manusia tidak mendapatkan kepuasan batin dan kebahagiaan dalam kehidupan. Saat itu, fisik dan mental manusia jauh lebih inferior daripada saat kita hidup sekarang ini.
4.      Kemerosotan jangka kehidupan manusia ( ayus-kasaya ) : jangka kehidupan rata-rata manusia secara makro menurun hingga ke titik kritis.
5.      Kemerosotan zaman-dunia ( kalpa-kasaya ) : peperangan, bencana-alam, wabah-penyakit, gagal-panen, dan kelaparan melanda dunia. Saat mengalami ini, lingkungan hidup (ekosistem dan ekologi) semakin memburuk.

Salah satu ciri dari fase turun adalah kejadian yang disebut dengan “Tiga bencana  besar” :
1. Peperangan,
2.   Wabah penyakit, dan ,
3.   Kelaparan.

Ada tiga teori mengenai ciri-ciri dari fase turun tersebut.
1.      Teori pertama , menyatakan bahwa pada saat jangka kehidupan manusia mencapai rata-rata sepuluh ( 10 ) tahun, peperangan berlangsung selama tujuh ( 7 ) hari, dilanjutkan dengan wabah penyakit yang berlangsung selama tujuh ( 7 ) bulan plus tujuh ( 7 ) hari, dilanjutkan dengan kelaparan selama tujuh ( 7 ) tahun, tujuh ( 7 ) bulan, dan tujuh ( 7 ) hari.
2.      Teori kedua , menyatakan bahwa hanya satu jenis bencana yang akan terjadi di setiap akhir kappa-kecil. Saat jangka kehidupan manusia mencapai sepuluh ( 10 ) tahun di kappa pertama, wabah penyakit muncul ; di kappa kedua api peperangan terjadi ; dan di kappa ketiga, kelaparan melanda. Pola ini berlanjut sampai sepanjang enam-belas ( 16 ) kappa berikutnya, dan setiap bencana berlangsung selama tujuh ( 7 ) hari. Menurut teori ini, kita sekarang berada di kappa kesembilan ( ke-9 ), pada fase menurun, dimana bencana kelaparan akan terjadi saat jangka kehidupan manusia rata-rata mencapai sepuluh ( 10 ) tahun.
3.      Teori ketiga , menyatakan bahwa kala jangka kehidupan manusia mencapai tiga-tuluh ( 30 ) tahun, ada periode kelaparan selama tujuh ( 7 ) tahun, tujuh ( 7 ) bulan, tujuh ( 7 ) hari ; dikala umur rata-rata kehidupan manusia mencapai dua-puluh ( 20 ) tahun, ada periode wabah penyakit selama tujuh ( 7 ) bulan dan tujuh ( 7 ) hari ; kala umur rata-rata kehidupan manusia mencapai sepuluh ( 10 ) tahun, ada periode bencana peperangan selama tujuh ( 7 ) hari.

Terjadinya Kiamat
Pada kappa kedua-puluh ( ke-20 ), kappa terakhir, merupakan fase naik dan jangka kehidupan manusia mencapai delapan puluh ribu ( 80.000 ) tahun. Setelah itulah, kiamat mulai datang dalam bentuk penghancuran bumi melalui salah satu dari tiga unsur alam-semesta : api, air, dan angin. Ini adalah akhir dari sebuah siklus “Mahakappa”. Siklus mahakappa pertama diakhiri dengan kiamat dari unsur api, dimana tujuh matahari muncul (melintasi orbit tata surya kita ) dan mengeringkan samudera.

Siklus mahakappa kedua ( ke-2 ) hingga ketujuh juga diakhiri dengan cara kiamat yang serupa. Siklus mahakappa kedelapan ( ke-8 ) diakhiri dengan kiamat dari unsur air. Pola kiamat api dan satu kiamat air berulang selama tujuh ( 7 ) kali, totalnya lima puluh enam ( 56 ) Mahakappa. Selanjutnya dilanjutkan dengan tujuh kali kiamat api dan satu kiamat angin, sehingga total menjadi enam-puluh-empat ( 64 ) Mahakappa.

Periode enam-puluh-empat ( 64 ) Mahakappa merupakan satu siklus besar dari satu sistem dunia. Kiamat api menghancurkan mulai dari neraka hingga surga kesembilan ( ke-9 ), yaitu surga tempat Maha-Brahma hidup. Kiamat air menghancurkan mulai dari neraka hingga surga kedua-belas ( ke-12 ), yaitu alam makhluk cahaya ( Abhassara ), dan kiamat angin menghancurkan dari alam neraka hingga surga kelima-belas ( ke-15 ), yaitu alam Subhakinha ( Jhana III ).

Penggambaran kiamat dari siklus Mahakappa pertama hingga ketujuh, yaitu kiamat dengan unsur api digambarkan dalam Anguttara Nikaya, Sattakanipata adalah sebagai berikut:

“ Bhikkhu, akan tiba suatu masa setelah bertahun-tahun, ratusan tahun, ribuan  tahun, atau ratusan ribu tahun, tidak ada hujan. Ketika tidak ada hujan, maka semua bibit tanaman seperti bibit sayuran, pohon penghasil obat-obatan, pohon-pohon palem dan pohon-pohon besar di hutan menjadi layu, kering dan mati.

“ Para Bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari kedua muncul. Ketika matahari kedua muncul, maka semua sungai kecil dan danau kecil surut, kering dan tiada. Para Bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu wakti di akhir yang lama, matahari ketiga muncul. Ketika matahari ketiga muncul, maka semua sungai besar, yaitu sungai Gangga, Yamuna, Acirawati, Sarabhu dan Mahi, surut, kering dan tiada.

“Para Bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu wakti di akhir masa yang lama, matahari keempat muncul. Ketika matahari keempat muncul, maka semua danau besar tempat bermuaranya sungai-sungai besar, yaitu danau Anotatta, Sihapapata, Rathakara, Kannamunda, Kunala, Chaddanta, dan Mandakini surut, kering dan tiada.

“ Para Bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lamai, matahari kelima muncul. Ketika matahari kelima muncul, maka air maha samudera surut 100 Yojana, lalu surut 200 Yojana, 300 Yojana, 400 Yojana, 500 Yojana, 600 Yojana dan surut 700 Yojana. Air maha samudera tersisa sedalam tujuh pohon palem, enam , lima, empat, tiga, dua pohon palem, dan hanya sedalam sebatang pohon palem.

Selanjutnya, air maha samudera tersisa sedalam tinggi tujuh orang, enam, lima, empat, tiga, dua, dan hanya sedalam seorang saja, lalu dalam airnya setinggi pinggang, setinggi lutut, hingga airnya surut sampai sedalam tiga mata kaki.

“Para Bhikkhu, bagaikan di musim rontok, ketika terjadi hujan dengan tetes air hujan yang besar, mengakibatkan ada lumpur di bekas tapak-tapak sapi, demikianlah dimana-mana air yang tersisa dari maha-samudera hanya bagaikan lumpur yang ada di bekas tapak-tapak kaki sapi.

“Para Bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari keenam muncul, Ketika matahari keenam muncul, maka bumi ini dengan gunung Sineru sebagai raja gunung-gunung, mengeluarkan , memuntahkan, dan menyemburkan asap. Para Bhikkhu, bagaikan tungku pembakaran periuk yang mengeluarkan, memuntahkan dan menyemburkan asap, begitulah yang terjadi dengan bumi ini.

Demikianlah para Bhikkhu, semua bentuk ( sankhara ) apa pun adalah tidak kekal, tidak abadi, atau tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikkan, bebaskanlah diri kamu dari semua hal.

“Para Bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir yang lama, matahari ketujuh muncul. Ketika matahari ketujuh muncul, maka bumi ini dengan gunung Sineru sebagai raja gunung-gunung terbakar, menyala berkobar-kobar, dan menjadi seperti bola api yang berpijar. Cahaya nyala kebakaran sampai terlihat di alam Brahma, demikian pula dengan debu asap dari bumi dengan gunung Sineru tertiup angin sampai ke alam Brahma.

Bagian-bagian dari puncak gunung Sineru setinggi 1, 2, 3, 4, 5 ratus Yojana terbakar menyala ditaklukkan oleh amukan nyala berkobar-kobar, hancur lebur. Disebabkan oleh nyala yang berkobar-kobar bumi dengan gunung Sineru hangus total tanpa ada bara maupun abu yang tersisa. Bagaikan mentega atau minyak yang terbakar hangus tanpa sisa. Demikian pula bumi dengan gunung Sineru hangus terbakar hingga bara maupun debu tak tersisa sama sekali.

Mungkinkah tujuh matahari yang akan membakar bumi ini ?

Penjelasan Kiamat menurut Sang Buddha tersebut diatas tentunya akan mengerutkan alis mata anda, khususnya yang belum mengenal Buddha-Dhamma. Anda yang tidak mengenal Buddha-Dhamma akan bertanya-tanya, “ Mana mungkin ada matahari lebih dari satu ? Mana mungkin terdapat tata-surya lebih dari satu ? Mana mungkin ada galaksi selain galaksi ini ? Mana mungkin ada “Alam-Kembar” seperti alam yang kita huni ini ? “Sekedar mengingatkan kembali, Sang Buddha menyebutkan adanya tiga sistem dunia :
1.      Sahassi Culanika Lokadhatu , yaitu Seribu ( 1.000 ) tata-surya kecil. Didalam Sahassi Culanika Lokadhatu terdapat seribut ( 1.000 ) matahari, seribu ( 1.000 ) bulan, seribu ( 1.000 ) Sineru, seribu ( 1.000 ) Jambudipa, dll.
2.       Dvisahassi Majjhimanika lokadhatu, yaitu seribu kali Sahassi Culanika Lokadhatu. Dalam Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000 tata surya kecil = 1.000.000 tata surya kecil. Terdapat 1.000 x 1.000 matahari = 1.000.000 matahari, terdapat pula 1.000 x 1.000 bulan = 1.000.000 bulan, dan seterusnya.
3.      Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu terdapat 1.000.000 X 1.000 = 1.000.000.000 tata surya. Terdapat 1.000.000 x 1.000 matahari = 1.000.000.000 matahari, dan seterusnya. Sesungguhnya, maksud dari Sabda Sang Buddha tersebut, jumlah tata-surya melampaui dari sekedar satu-milyar ( 1.000.000.000 ) tata-surya saja.

Namun karena Sang Buddha mengajarkannya dengan menggunakan bahasa manusia ( saat Beliau hidup kala itu ), maka menggunakan kisaran angka ribuan, jutaan, milyaran. Ingat , seperti Sang Buddha sendiri pernah mengisyaratkan, bahwa bahasa manusia tidak mampu melukiskan sesuatu yang Transenden , “bagaikan jari menunjuk bulan, bukan bulan itu sendiri”.

Dalam kenyataannya, Sabda Sang Buddha mengenai Alam-Semesta, Awal Mula Terjadinya, hingga kelak “Kiamat”, mendapat dukungan dan mengundang decak-kagum fisikawan tersohor didunia, yaitu Dr.Albert Einstein, hingga dia mengeluarkan pernyataan ( seperti yang tertulis di awal artikel ini ) , bahwa  “Jika ada agama yang sejalan dengan kebutuhan Ilmu Pengetahuan Modern, maka itu adalah Ajaran Buddha.”

Dalam salah satu penggalan surat yang dilayangkan ke salah seorang rekannya di tahun 1944, Albert Einstein, sang penggagas Teori Relativitas berkata, “Apa yang kulihat di alam ini adalah sebuah struktur yang maha besar, namun yang dapat kita pahami baru sebagian kecil saja. Begitu pun sudah cukup membuat pusing.”  Mengenai jumlah galaksi yang lebih dari satu, juga telah dibenarkan oleh para ilmuwan. Setidaknya ada dua-ratus milyar galaksi yang sudah dikenali oleh para ilmuwan, diantaranya ( selain Bima-Sakti ), adalah : Galaksi Major Dwarf, Virgo Stellar Stream, Sagitarius Elips Kerdil, Awan Magellanik Besar, dan lain-lainnya.

Beth Willman, dari Center for Cosmology and Particle Physics, Universitas New York, baru-baru ini juga menemukan “Galaksi-Kerdil” didekat Bima-Sakti, yang ia sebut “Globular-Cluster”. Willman berkata, “Yang kami dapatkan kemudian adalah objek yang 200 kali lebih tidak bercahaya bila dibandingkan dengan galaksi-galaksi lain yang terlihat sebelumnya. “Berbagai penemuan baru juga terus bermunculan dalam penyelidikan planet di luar Tata Surya, atau yang lebih dikenal sebagai eksoplanet. Salah satu planet ini – Gliese 581 – disebut sebagai Bumi Super (ukuran besar), disebut Bumi karena berbagai parameternya memperlihatkan planet ini layak huni, dan disebut Super karena ukurannya lebih besar melampaui bumi tempat kita hidup ini.

Dikarenakan tertekan oleh udara, menyatu dan berkurang, maka bentulnya mengecil pada waktu alam brahma yang lebih rendah muncul pada tempatnya dan tempat alam dewa yang lebih tinggi muncul lebih dahulu pada tempatnya setelah turun sampai batas tinggi sebelumnya (alam-alam dewa Catumaharajika dan Tavatimsa muncul bersamaan dengan munculnya bumi karena kedua alam tersebut terkait dengan bumi), angin yang kencang muncul dan menghentikan proses tersebut serta menahannya tetap pada posisi itu, seperti air pada teko yang di tutup lubangnya.

Setelah proses itu selesai, humus yang penting muncul di atas permukaannya, yang memiliki warna, bau dan rasa seperti lapisan yang berada di atas permukaan tajin (berasal dari cucian beras). Kemudian para makhluk yang lebih awal terlahir di alam Brahma Abhassara turun dari sana oleh karena habisnya usia atau ketika kamma baik mereka (yang menopang kehidupan di sana) telah habis maka mereka terlahir kembali di sini, tubuh mereka bercahaya dan melayang layang di angkasa. Setelah memakan humus, mereka dikuasai oleh kemelekatan seperti yang di uraikan dalam Aganna Sutta (Digha Nikaya III 85).

Periode waktu munculnya awan yang mengawali kehancuran kappa sampai apinya padam disebut satu Asankheyya, dan disebut masa penyusutan (contraction/pali: samvatto). Setelah padamnya api sampai timbulnya awan besar pemulihan yang menyirami seratus milyar tata-surya merupakan Asankheyya kedua, dan disebut masa setelah penyusutan (samvattathayi). Periode setelah pemulihan sampai munculnya bulan dan matahari merupakan asankheyya ketiga dan disebut pengembangan (expansion/vivatto)

Periode setelah munculnya bulan matahari sampai munculnya awan yang mengawali kehancuran merupakan asankheyya keempat dan disebut masa setelah ekspansi (vivatthayi). Empat asankheyya ini disebut satu maha kappa. Inilah pengertian mengenai kehancuran dan pembentukan kembali alam semesta oleh karena api.

Ada tiga macam kiamat dalam agama Buddha seperti yang tertulis di awal judul, yaitu kiamat yang disebabkan oleh api, air dan angin. Awal dari kehancurannya adalah sama, yaitu dengan munculnya awan besar yang menjadi awal. Perbedaannya adalah jika pada kehancuran karena api matahari kedua muncul maka pada kehancuran karena air muncullah awan kaustik yang maha besar (kharudaka).

Pada awalnya hujan muncul perlahan-lahan, kemudian sedikit demi sedikit bertambah besar sampai menyirami seratus milyar tata surya, setelah tersentuh air kaustik, bumi gunung dan sebagainya mencair dan semua air yang timbul ditunjang oleh angin (energi). Air merendam semua yang ada di bumi sampai alam jhana kedua terus naik hingga ke alam jhana ketiga yang lebih rendah dan berhenti sebelum sampai di alam subhakinha. Air itu tak akan surut apabila ada benda yang bersisa walaupun hanya sebesar atom, dan hanya akan surut apabila semua benda yang berbentuk telah larut.

Awal dari semuanya yaitu: angkasa yang di atas dan angkasa yang di bawah bersatu diselimuti kegelapan semesta yang mencekam, telah diterangkan perbedaannya yaitu pada kehancuran karena api alam maha brahma lebih dahulu muncul dan makhluk-makhluk terlahir dari alam Brahma Abhassara sedangkan pada kehancuran karena air para makhluk turun dari alam subhakinha ke alam Brahma yang lebih rendah dan ke alam-alam yang berada dibawahnya. Periode munculnya awan besar yang mengawali kehancuran sampai surutnya air kaustik disebut satu asankheyya, periode surutnya air sampai munculnya awan pemulihan disebut satu asankheyya, periode munculnya awan pemulihan sampai... dan seterusnya, keempat asankheyya ini disebut satu maha kappa, inilah bentuk penghancuran kappa dengan air (zat cair)’

Kehancuran alam semesta yang disebabkan oleh angin mirip dengan air dan api, yaitu pertama munculah awan yang mengawali kehancuran kappa, tetapi ada perbedaannya, bila penghancuran karena api muncul matahari kedua, maka pada kehancuran yang disebabkan oleh angin muncullah angin (unsur gerak) yang menghancurkan kappa itu, pertama muncullah angin yang menerbangkan debu (flue) kasar kemudian flue halus lalu pasir halus, pasir kasar, kerikil, batu dan seterusnya kemudian sampai mengangkat batu sebesar batu nisan dan pohon-pohon besar yang tumbuh ditempat yang tak rata semua tertiup dari bumi ke angkasa luar dan tidak jatuh kembali ke bumi tetapi hancur berkeping-keping dan musnah.

Kemudian angin muncul dari bawah permukaan bumi dan membalikkan bumi melemparnya ke angkasa. Bumi hancur menjadi pecahan kecil-kecil berukuran seratus yojana, dua, tiga, empat, lima ratus yojana dan terlempar ke angkasa juga, hancur berkeping-keping lalu musnah. Gunung-gunung di tatasurya dan gunung Sineru tercabut ke luar angkasa, disana gunung-gunung ini saling bertumbukan hingga berkeping-keping lalu lenyap.

Dengan cara ini angin menghancurkan alam para dewa yang dibangun di bumi (di gunung Sineru) dan yang dibangun di angkasa, kekuatan angin itu meningkat terus dan menghancurkan keenam alam dewa yang penuh kebahagiaan indera kamasugati (dari alam catumaharajika sampai ke alam paranimitavasavati), seratus milyar (lit: seratus ribu juta) tatasurya ikut hancur juga. Tata-surya bertumbukan dengan tata surya, Gunung Himalaya dengan Gunung Himalaya, Sineru dengan Sineru sampai hancur berkeping-keping dan musnah.

Angin menghancurkan dari bumi sampai alam brahma Jhana ketiga dan berhenti sebelum mencapai alam vehapphala yang berada pada alam jhana keempat. Setelah menghancurkan semuanya angin kembali mereda, kemudian semuanya kembali seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, ‘angkasa yang di atas menjadi satu dengan angkasa yang di bawah dalam kegelapan yang mencekam dan alam yang kembali muncul pertama kali adalah alam brahma subhakinha.

Periode waktu awan besar awal kehancuran muncul sampai surutnya angin yang menghancurkan adalah satu asankheyya kappa, periode surutnya angin sampai munculnya awan pemulihan adalah satu asankheyya kappa juga dan seterusnya. Empat asankheyya kappa ini membentuk satu mahakappa, beginilah cara kehancuran yang disebabkan oleh angin.

Apakah yang menyebabkan kehancuran dunia seperti ini? Tiga akar akusala kamma (perbuatan buruk) adalah penyebabnya, apabila salah satu akar akusala kamma lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh sebab itu, contohnya bila lobha (keserakahan materi) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh api, bila dosa (kebencian) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh air, dan jika moha yaitu kegelapan batin yang disebabkan oleh ketidak mampuan seseorang membedakan yang baik dan yang buruk (bukan kebodohan dikarenakan tidak bersekolah) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh angin, ada juga yang beranggapan bila kebencian lebih menonjol dunia akan hancur oleh api, dan bila lobha yang lebih menonjol dunia akan hancur oleh air.

Seksuen pengancurannya yaitu, 1sampai 7 oleh api, 8 oleh air, 9 hingga 15 oleh api, 16 oleh air, 17 hingga 23 oleh dan seterusnya, setelah kehancuranke 56 oleh air, lalu 57 hingga 63oleh api dan yang ke 64 oleh agin, setelah itu mulai lagi hitungan satu kali tujuh hancur oleh api, yang kedelapan hancur oleh air. Setelah kali tujuh hancur oleh air tujuh kali hancur api, enem puluh tiga maha kappa telah berlalu dan pada kappa keenem puluh empat maka giliran agin yang mengancurkan sehingga alam Subhakhina juga ikut hancur dimana usia maksimumnya adalah tepat enem puluh empat kappa.

 


0 komentar: